Xanana Tegaskan Hanya Lewat Unclos, Timor Leste Bisa Paksa Australia Rundingkan Batas Laut

  • Whatsapp
Source: rtppt's flickr photostream

Kupang – Mantan Presiden dan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao mengatakan, hanya melalui United Nations Convention on Law of The Sea (Unclos), Timor Leste mampu memaksa Australia untuk merundingkan batas laut dua negara tersebut.

“Hanya melalui Unclos, Timor Leste mampu memaksa Australia untuk merundingkan batas laut ketika Australia dengan sengaja mengabaikan hukum internasional dan mengambil pendapatan minyak dari kami. Sebaliknya, Timor Leste dan Indonesia sedang mendiskusikan penyelesaian perbatasan darat dan laut kita dalam semangat kerja sama dan persahabatan,” ujar Xanana dalam Webinar ‘Politik Luar Negeri Indonesia di Mata Negara Sahabat’ di Jakarta, Rabu (31/8/2022).

Read More

Kegiatan tersebut diadakan Synergy Policies, Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), serta Alumni Fisip Universitas Indonesia.

Selain Xanana, hadir pula pembicara dari negara lainnya, yakni Menteri Luar Negeri Timor Leste (2017-2018) Dr Aurélio Sérgio Cristóvão Guterres, Profesor Kosuke Mizuno dari Kyoto University Jepang, Dr Suh Jiwon, Pakar HAM Seoul National University, Korea Selatan, dan Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Budi Arie Setiadi.

Menanggapi Pernyataan Xanana Gusmao tersebut, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni mengatakan,
Australia harus meninggalkan Gugusan Pulau Pasir yang merupakan milik Bangsa Indonesia. Australia menamakan dan menyebutnya sebagai Ashmore dan Cartier Island sekitar tahun 1976.

“Batalkan seluruh Perjanjian Batas Laut Timor dengan menggunakan Hukum Laut (Unclos) dan bersama korporasi Thailand PTTEP harus segera membayar semua kompensasi baik tentang Kerugian Sosial Ekonomi dan Kerusakan Lingkungan atas Tumpahan Minyak Montara 2009,” ujar Ferdi Tanoni.

Sebagai catatan, sebanyak 80.000 Barel atau 941.280.000 Liter Minyak Montara telah tumpah ke Laut Timor Perairan Indonesia yang menyebar ke perairan NTT sejak tahun 2009 dan menghancurkan lingkungan kami serta telah membunuh lebih dari 100.000 mata pencaharian warga NTT. Namun, sampai saat ini ganti rugi terhadap nelayan tersebut belum dibayar pemerintah Australia dan PTTEP. (*/gma)

 

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *