Donald Trump
Washington – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenakan tarif timbal balik (reriprocal tariffs) kepada Indonesia yang akan berdampak pada sektor otomotif, pakaian dan elektronik.
Direktur dan Founder Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menyebutkan tarif tersebut akan berdampak serius terhadap ekonomi Indonesia. “Jika tarif resiprokal 32 persen, maka sektor otomotif, elektronik, pakaian Indonesia di ujung tanduk,” katanya seperti dikutip dari Kumparan.com, Kamis (3/4/2025).
Trump mengatakan langkah itu sebagai Liberation Day (Hari Pembebasan) yang mendanai dimulainya kebijakan perang dagang. “Bukan sekadar ekspor Indonesia ke AS cuma 10,5 persen dari total ekspor non-migas, tapi spillover effect nya ke ekspor negara lain juga besar. Bisa picu resesi ekonomi Indonesia di kuartal IV 2025,” ucap Bhima.
Menurut catatan Bhima, total ekspor produk otomotif Indonesia ke AS pada tahun 2023 mencapai USD 280,4 juta atau setara Rp 4,64 triliun (kurs Rp 16.600). Selama periode 2019-2023, rata-rata pertumbuhan ekspor produk otomotif Indonesia ke AS tercatat sebesar 11 persen per tahun.
Dengan adanya tarif tinggi, harga kendaraan di pasar AS akan meningkat, sehingga konsumen terpaksa membayar lebih mahal. Akibatnya, penjualan kendaraan bermotor di AS diprediksi akan menurun.
Kemudian, turunnya penjualan kendaraan dapat meningkatkan risiko resesi ekonomi di AS, karena permintaan yang melemah. Hal ini juga berdampak langsung pada Indonesia, mengingat ada korelasi antara ekonomi kedua negara.
“Setiap penurunan 1 persen dalam pertumbuhan ekonomi AS dapat menyebabkan ekonomi Indonesia turun sebesar 0,08 persen,” tambah Bhima.
Ia juga mengatakan bahwa produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu shifting ke pasar domestik, karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor pun berbeda. “Nanti imbasnya layoff dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri. Bukan hanya otomotif tapi juga komponen elektronik,” jelas Bhima.
Tak hanya itu, Bhima juga menjelaskan bahwa sektor pakaian jadi dan alas kaki Indonesia juga terpengaruh. Pada tahun 2024, porsi ekspor pakaian jadi ke AS mencapai 61,4 persen, sedangkan alas kaki mencapai 33,8 persen.
Jika tarif impor meningkat, merek internasional besar yang memiliki basis produksi di Indonesia kemungkinan besar akan menurunkan jumlah pesanan. “Begitu kena tarif yang lebih tinggi, brand itu akan turunkan jumlah pemesanan ke pabrik Indonesia,” tuturnya.
Bhima berkata bahwa Indonesia harus bersiap lomba kejar peluang relokasi pabrik, dan tidak cukup hanya bersaing dari selisih tarif resiprokal Indonesia yang lebih rendah dari Vietnam dan Kamboja.
“Kuncinya di regulasi yang konsisten, efisiensi perizinan, tidak ada RUU yang buat gaduh, kesiapan infrastruktur pendukung kawasan industri, sumber energi terbarukan yang memadai untuk pasok listrik ke industri, dan kesiapan sumber daya manusia,” tambahnya. (*/gma)
Kupang - Wakil Gubernur (Wagub) Nusa Tenggara Timur (NTT) Johni Asadoma berkunjung ke Kantor Inspektorat…
Kupang - Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena dan Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma menghadiri…
Weetabula - Uskup Diosis Keuskupan Weetabula, Sumba Barat Daya, Mgr. Edmund Woga, CSsR menitipkan pesan…
Lembata - Lima penganiaya remaja HAR, 15, di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur telah ditetapkan…
Kupang - Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena menyebutkan, Bendungan Lambo menjadi satu infrastruktur strategis…
Lembata - Seorang remaja di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur ditelanjangi dan diarak mengelilingi kampung…