Tarakan– Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah siap berperang melawan kelompok Abu Sayyaf yang menyandera 14 Warga Negara Indonesia di sebuah pulau di Filipina.
Panglima TNI pun telah membentuk tim terlatih dan berpengalaman, yakni Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC).
Tim merupakan gabungan tiga matra terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan Laut serta Polri.
Mereka telah mengikuti latihan gabungan selama tiga pekan, dan sudah mantab taktik kombinasi serangan.
“Akan serang lewat udara, darat, dan laut. Semuanya diterjunkan. Sesuai fungsi masing-masing,” ujar Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo kepada wartawan seperti dikutip TribunKaltim.co.
Pangkalan Udara TNI AU Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Senin (18/4/2016) berkekuatan personel PPRC terdiri atas Brimob 30 orang, Kopassus (TNI AD) 55 orang, Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Marinir TNI AL 27 orang, Dentasemen Bravo TNI AU 38 orang, Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI AU 19 orang, Yonif 613 & Brigif 24 BC 97 orang dan Peleton Tempur Kostrad 29 orang.
Latihan gabungan dilaksanakan di Tarakan terkait ulah kelompok milisi yang beroperasi di Filipina Selaran, Abu Sayyaf. Mereka kini menyandera 14 warga negara Indonesia, dalam dua pristiwa perompakan.
Perompakan pertama terhadap kapal tunda (tugboat) Brahma 12 yang menarik tongkang Anand 12 pada 26 Maret lalu. Sepuluh orang ABK diculik.
Kejadian kedua, penyerangan kelompok bernsenjata kepada awak kapal tunda Henry yang menarik tongkang Christy, Jumat (15/4/2016). Dari 10 ABK, empat ABK disandera, seorang ditembak dan masih dirawar di Malaysia, dan lima lainnya selamat juga masih di Sabah, Malaysia.
Menurut Panglima TNI, personel PPRC merupakan prajurit-prajurit masuk ketegori orang-orang tidak normal yang punya naluri kuat untuk berperang.
Namun prajurit terkendala konstitusi negara Filippina yang melarang kekuatan bersenjata negara lain melakukan kegiatan operasi militer di negeri itu.
Itulah sebabnya, TNI dalam kondisi menunggu negosiasi pemerintah kedua negara, tidak bisa memaksa masuk untuk berkegiatan militer membebaskan sandera.
“Mudah-mudahan saja ada kesepakatan. Jika ada kesepakatan, TNI akan laksanakan tugas, melakukan operasi kemanusiaan yang bertujuan menolong manusia yang disandera perompak. Kita punya pengalaman. Sudah banyak berhasilnya,” katanya. (tribunkaltim)