Terungkap! Pendemo Tolak Geothermal Pocoleok bukan Pemilik Tanah, Ada Provokasi Berantai

  • Whatsapp

Manggarai – Pemerintah Daerah, sebagai koordinator dan Ketua Tim Persiapan Pengadaan Lahan untuk proyek geothermal Pocoleok, telah mengikuti seluruh tahapan sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam proses penerbitan dokumen Penetapan Lokasi (Penlok).

Proses ini meliputi sosialisasi awal, konsultasi publik, inventarisasi lahan, serta berkolaborasi erat dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda). Semua langkah tersebut bertujuan untuk memastikan transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap.

Dalam konsultasi publik yang diadakan sebelumnya, mayoritas masyarakat sepakat dan mendukung proyek ini. Namun, keluarga Wajong, salah satu pemilik lahan yang terlibat, mengungkapkan bahwa terdapat provokasi dari sekelompok kecil masyarakat yang ternyata bukan pemilik lahan. “Ada provokasi dari sebagian kecil masyarakat yang bukan pemilik lahan,” ungkap keluarga Wajong.

Tidak hanya itu, serangkaian insiden teror dan perusakan rumah warga juga terjadi, mengincar para pemilik lahan yang mendukung proyek geothermal. Salah satu korban, yang merupakan pemilik lahan, memberikan kesaksian mengenai serangan yang mereka alami, menguatkan dugaan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang mencoba memicu konflik demi kepentingan pribadi.

“Kami mengalami teror berupa perusakan rumah, ini membuat kami merasa terancam,” kata salah satu pemilik lahan.

Selain itu, redaksi dari media lokal Floresa disebut-sebut berperan dalam penyebaran pemberitaan sepihak yang memperkeruh suasana.

“Pimred Floresa bekerja untuk kepentingan provokasi dan pemberitaan satu arah,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya. Ahang, seorang jurnalis yang mengenal baik dinamika di lapangan, menambahkan, “Wartawan di Floresa tidak menunjukkan etika jurnalistik yang seharusnya, mereka lebih memilih berita sensasional yang menguntungkan pihak tertentu daripada menyajikan informasi yang berimbang.”

Pada hari pertama aksi demonstrasi, kelompok demonstran sempat menutup jalan umum, memaksa pihak kepolisian untuk mengambil tindakan dengan memutar arah sebagai upaya pendekatan humanis. Di hari kedua, para demonstran meningkatkan aksi dengan menutup akses menuju lahan milik warga yang sah.

Keluarga Wajong kembali menegaskan bahwa provokator di balik aksi ini termasuk JPIC SVD dan Pater Simon, yang dianggap menggerakkan masyarakat non-pemilik lahan untuk melakukan demonstrasi. Tindakan ini memperburuk situasi dan menimbulkan ketegangan antara warga yang mendukung proyek geothermal dan para demonstran.

Dari pihak PLN sendiri, dijelaskan bahwa proses pengadaan lahan tahap pertama telah berjalan dengan baik. “Sebelumnya sudah melakukan pengadaan lahan (tahap 1) dan pendekatan mulai dari tahun 2022, termasuk adat, gereja, dll,” terang perwakilan PLN. Sejak tahun 2022, PLN telah melakukan berbagai pendekatan kepada masyarakat adat, tokoh gereja, dan pemimpin setempat untuk memastikan proyek ini mendapatkan dukungan penuh dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Sebagai penutup, Kornelius Wajong menyampaikan pesan penting bahwa kemajuan tidak boleh terhambat oleh provokasi yang tidak bertanggung jawab. “Daerah kita butuh listrik, butuh kemajuan, jangan sampai terprovokasi oleh segelintir pihak yang tidak punya kepentingan sah,” ujarnya. (*/gma)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *