Senin, Sidang Perdana Gugatan Petani Rumput Laut NTT Digelar di Australia

  • Whatsapp
Ferdi Tanoni (kanan) bersama Pengacara Greg Phelps dari Ward Keller, kantor pengacara terbesar di Australia Utara/Foto: Gamaliel

Kupang–Pengadilan Federal Australia dijadwalkan menggelar sidang perdana gugatan class action 13.000 petani rumput laut Indonesia asal Nusa Tenggara Timur di Sydney, Senin (22/8).

Gugatan tersebut didaftarkan Daniel Senda, petani rumput Laut asal Kabupaten Rote Ndao pada 3 Agustus 2016 terhadap PTTEP Australasia yang mengelola kilang minyak Montara.

Kilang Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor meledak pada 21 Agustus 2009 sehingga mencemari wilayah perairan budi daya rumput laut di sejumlah kabupaten di NTT seperti Rote Ndao, Sabu Raijua, Alor, Timor Tengah Selatan, Kota Kupang, dan Kabupaten Kupang, serta kabupaten lainnya di Pulau Sumba.

“Akhirnya apa yang disuarakan dan diperjuangkan (terjadi pencemaran di laut Timor bersumber dari kilang minyak Montara) selama ini adalah kebenaran,” kata Ketua Tim Advokasi Petani Rumput Laut NTT dari Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada wartawan dalam jumpa pers menandai tujuh tahun meledaknya kilang minyak Montara, di Kupang, Minggu
(21/8).

Ferdi mengatakan gugatan dibagi dalam tiga bagian yakni pencemaran laut yang menghancurkan rumput laut milik petani, dampak pencemarn terhadap hasil tangkapan nelayan, dan terhadap kesehatan.

“Dampak pencemaran bisa dibuktikan. Karena pantai-pantai di Indonesia tidak memiliki baseline, maka baseline yang digunakan ialah petani rumput laut. Petani memiliki lahan kerja dan mengantungkan tali rumput laut di situ,” ujarnya.

Gugatan ditangani dua Ben Slade dari Kantor Pengacara Maurice Blackburn Lawyers di Australia dan Greg Phelps dari Ward Keller, kantor pengacara terbesar di Australia Utara Kepada wartawan, Greg mengaku datang ke Kupang untuk melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti pencemaran serta nama-nama petani rumput laut korban pencemaran. Verifikasi dilakukan mulai dari dusun, desa hingga dinas perikanan.

“Konsolidasi untuk memastikan data dan fakta-fakta lainnya itu agar sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di Australia,” kata Greg.

Menurut Ferdi, kasus pencemaran Laut Timor seharusnya tidak sampai ke pengadilan jika PTTEP Australia dan Pemerintah Australia tidak menyangkal terjadi pencemaran laut dan bersedia menyelesaikan kasus ini lewat jalur negosiasi.

Padahal pencemaran Laut Timor berdampak luar biasa terhadap nelayan dan petani rumput laut NTT. Karena itu, Ferdi berharap adanya sikap tegas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sikap tegas juga harus datang dari DPR dan DPD, seperti melayangkan teguran kepada pemerintah Australia terkait pencemaran Laut Timor tersebut.

Menurut Ferdi, jika tidak ada respon dari Negari Kanguru tersebut, pemerintah bisa menempuh berbagai cara seperti membatalkan perjanjian 1997 di Laut Timor yang belum diratifikasi Indonesia.

Cara lain ialah membekukan aset PTTEP Australasia di Indonesia senilai USD$3,5 miliar. “Kami umumkan kepada petani rumput laut dan nelayan bahwa kasus ini sedang berjalan,” tandas Ferdi. (sumber:Media Indonesia/palce amalo)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *