Sejumlah Pakar Bahas Kesenjangan Warga NTT-Timor Leste

  • Whatsapp
Ketua Tim Pelaksana Seminar, Marianus G Kleden (kiri) dan Rektor Unwira, Philipus Tule (kanan).

Kupang–Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang menggelar seminar internasional yang membahas tentang kekuatan hidup bertetangga antara warga Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste, Sabtu (20/10) pagi.

Seminar itu bertujuan menjembatani kesenjangan antara warga Nusa Tenggara Timur terutama yang bermukim di wilayah perbatasan dengan warga Timor Leste, meliputi aspek budaya, sosia, politik, dan ekonomi.

Seminar dengan tema ‘The Power of Proximity between East and West Timor, Bridging the Social, Political, Economic and Cultural Gaps ini menghadirikan sejumlah pakar di bidangnya antara lain Karel Steenbrink dari Universitas Utrecht, Belanda yang membahas tentang hubungan gereja Katolik di Timor Leste dengan gereja Katolik di NTT,

Pembicara lainnya adalah pakar di bidang budaya, politik dan sosial seperti Rektor Universitas Katolik Wydia Mandira Kupang Philipus Tule , Manuel Vong, Romo Silep, serta Johanes Widodo dari Universitas Singapura, dan Norman Said dari Universitas Islam Nasional Alauddin, Makassar.

Ada juga Benediktus Juliawan dari Universitas Sanata Dharma yang membahas tentang buruh migran di kawasan perbatasan RI-Timor Leste. “Kita diajak untuk melihat masyarakat daerah perbatasan dan bagaimana mereka mengalami perubahan perilaku dan mental ketika terpapar berbagai informasi dari meida massa,” ujarnya.

Isu lainnya yang turut dibahas ialah konflik sosial di kamp pengungsian warga eks Timor-Timur di NTT, dan kekerasan di sepanjang wilayah perbatasan kedua negara.

“Jauh sebelum kedatangan Portugis suku-suku atau kelompok kekerabatan di Timor bagian barat dan Timor bagian timur mempunyai rumah adat yang sama. Pembagian Pulau Timor menjadi dua wilayah administratif yang berbeda, tidak membatalkan hubungan kekerabatan ini,” kata Ketua Tim Pelaksana Seminar, Marianus G Kleden kepada wartawan di Kupang, Jumat (19/10).

Menurutnya garis batas negara tidak menghalangi pergerakan lintas batas untuk urusan upacara adat. Selanjutnya batas negara bekas jajahan Portugsi, Timor Leste banyak mewarisi ritual kesalehan yang kemudian berkembang menjadi aset pariwisata religius.

Selain itu di bidang pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, kaum muda Timor Leste masih mengandalkan Indonesia untuk pembentukan sumber daya manusianya. “Di Kupang maupun di Surabaya dan kota-kota lainnya di Indonesia, dapat dijumpai ribuan mahasiswa asal Timor Leste,” ujarnya.

Persoalan yang dibahas tersebut diharapkan menjadi rekomendasi bagi Indonesia dan Timor Leste untuk menjembatani berbagai kesenjangan hidup dalam rangka menciptakan suasana kondusif di wilayah perbatasan. (gma/mi)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *