Kupang – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT mengembalikan 23 ekor burung kakatua koki (cacatua galerita eleonora) ke habitanya di Kepulauan Aru, Maluku, Selasa (15/6).
Kepala BBKSDA NTT Timbul Batubara mengatakan 23 burung kakatua tersebut termasuk dalam 47 individu burung yang terima dari Balai KSDA Jawa Timur pada 27 Agustus 2020 melalui kargo Pesawat Garuda Bandara El Tari Kupang.
Sesuai hasil identifikasi dan pengukuran morfometrik disimpulkan bahwa 47 individu itu adalah Kakatua Koki. Kakatua Koki tersebut terdiri dari dua sub spesies yaitu Cacatua galerita triton sebanyak 12 individu dan Cacatua galerita eleonora sejumlah 35 individu.
Untuk Cacatua galerita triton, area penyebarannya adalah Papua sedangkan Cacatua galerita eleonora wilayah penyebarannya adalah Kepulauan Aru, Maluku.
“Seluruh kakatua koki dirawat di kandang penampungan sementara. Balai Besar KSDA NTT bermaksud mengembalikan kakatua koki ke ke habitat alaminya, khususnya cacatua galerita eleonora,” ujarnya.
Pengembalian satwa tersebut berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor :SE.8/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelepasliaran Satwa Liar di Masa Pandemi COVID-19,
Menurutnya, pengembalian sejumlah ekor burung kakatua itu dilakukan dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Dunia, serta road to Hari Konservasi Nasional (HKAN) 2021 yang pada tahun ini NTT terpilih sebagai tuan rumah.
Cacatua galerita eleonora secara internasional dikenal bernama Medium Sulphur Crester Cockatoo merupakan spesies asli pada Kepulauan Aru, Maluku.
Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis dan Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi, spesies Cacatua galerita termasuk satwa dilindungi.
Sementara UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah mengatur larangan untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
“Penyerahan satwa dilindungi dari masyarakat kepada pemerintah patut diapresiasi sebesar-besarnya karena masyarakat sudah peduli dengan satwa yang dilindungi tersebut. Semoga ini menjadi contoh bagi masyarakat lainnya untuk menghentikan perburuan liar dan menjaga kelestarian satwa agar terjaga kestabilan dan ekosistem,” ujarnya. (mi)