Kupang – Rumah Kreatif Hulnani di Kelurahan Tuak Daun Merah, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) nyaris gulung tikar akibat pandemi covid-19.
Penjualan kopiah, tas dan topi bermotif tenun ikat NTT yang diproduksi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tersebut merosot, bahkan berhenti total pada April 2020.
Beruntung, pemilik UMKM Safrudin Tonu cepat beradaptasi dengan memproduksi masker yang saat itu memang mahal dan langka karena permintaan yang tinggi. Masker yang diproduksi mengunakan bahan kain tenun ikat yang sebelumnya digunakan untuk menjahit kopiah serta tas dan topi.
Bahkan, Syafrudin menjadi orang pertama di Kota Kupang yang memproduksi masker. “Tetapi ketika itu saya ragu apakah masker ini memenuhi standar kesehatan,” ujarnya di Kupang, Sabtu (3/10/2020).
Tetapi untuk bertahan hidup, produksi masker tetap berjalan. Antara April sampai awal Juni 2020, ia memproduksi sedikitnya 10.000 masker yang sebagian besar dibagikan secara gratis di komunitas tempat-tempat umum, sedangkan sisanya sekitar 50 persen dijual ke masyarakat seharga Rp20.000 per buah.
Pendapatan dari penjualan masker tersebut yang digunakan untuk mendanai operasional UMKM hingga tetap berjalan dan bertahan selama pandemi. Sampai sekarang, Safrudin tetap bertahan dengan produksi masker mengikuti standar seperti pada bagian dalam diberikan lapisan seperti masker medis.
Hasil penjualan terus meningkat karena warga Kota Kupang mulai menggemari masker bermotif tenun ikat tersebut, setelah adanya larangan pemerintah pengunaan masker scuba dan buff.
Selain rutin memproduksi masker, sejak pemberlakukan tatanan kehidupan yang baru (new normal) Juni 2020, Safrudin kembali menjahit topi, kopiah dan tas. Syafrudin mengatakan toko-toko suvenir kembali buka dengan pemberlakukan protokol kesehatan secara ketat membuat UMKM kembali bergairah, termasuk Rumah Kreatif Hulnan.
Beberapa pesanan suvenir datang dari Kabupaten Timor Tengah Utara dan Sikka serta dewan kerajinan nasional daerah (Dekrasnada). Untuk kopiah, ia jual seharga Rp100 ribu per buah, harga jual tas bervariasi sesuai ukuran dan motif mulai Rp150.000 hingga Rp250 ribu per buah.
Sedangkan topi berbagai jenis mulai dari Topi Korea seharga Rp150 ribu per buah, topi rimba Rp200 ribu hingga Rp250 ribu per buah. Sejak Juni-September ia memproduksi sedikitnya 600 topi terutama topi model korea.
Dibandingkan sebelum pandemi, tambah Syafrudian, saat ini permintaan produk yang dihasilkannya mengalami lonjakan. “Tetapi saya justru kewalahan memenuhi permintaan yang banyak,” ujarnya.
Kesulitan lain ialah terbatasnya tenaga kerja terlatih. Selama ini, dia hanya mempekerjakan satu tenaga kerja, namun belum terampil menjahit topi, kopiah maupun tas.
“Jika ada lembaga keuangan yang mau membantu, saya buat pelatihan agar banyak orang bisa terampil menghasilkan produk seperti ini,” katanya.
Selain itu, jika ada tenaga kerja terampil akan direktut untuk memperluas usahanya, termasuk menambah mesin jahit, mesin obras, dan peralatan penunjang lainnya. (sumber: mi)