Kupang – Lahan potensial garam di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) tercatat mencapai 4.000 hektare (ha), namun lahan seluas itu belum digarap secara maksimal.
Baru dua investor yang telah menanamkan modal untuk mengelola total lahan seluas 70an ha, sedangkan sisanya belum dikelola.
Potensi lahan garam di Sabu Raijua, bagian dari potensi lahan garam di NTT seluas 23.000 ha, yang tersebar 15 kabupaten, antara lain di Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Adonara Barat di Kabupaten Flores Timur, Buntal di Manggarai Timur dan Bipolo di Kabupaten Kupang.
Di Sabu Raijua, dari 70 hektare tambak garam yang sudah dikelola, mampu memproduksi 315 ton per hektare per bulan atau 22.050 ton per 70 hektare selama tujuh bulan produksi. “Dari 4.000 lahan yang ada, sebanyak 1.000 hektare, rencananya dikelola Kementerian Kelautan, dua investor in kelola 70an hektare ,” kata Marten Dira Tome dari PT. Nataga Raihawu Industri, Jumat (28/3/2025).
Mantan Bupati Sabu Raijua ini juga membangun Koperasi Produsen Raja Laut yang memproduksi garam meja atau garam beryodium cap ‘Otak’ untuk memenuhi kebutuhan di Sabu Raijua, Kupang, Sumba, dan daerah lainnya di NTT.
Kapasitas produksi Koperasi Raja Laut mencapai 3 ton per hari, sedangkan bahan garam mentah dipasok dari tambak garam dua investor tersebut.
Soal kualitas, Garam Nataga tidak diragukan lagi karena memiliki kandungan natrium klorida (NaCl) lebih dari 98%. Seperti diketahui,standar produk garam konsumsiharus memiliki kandungan NaCl minimal 94%. “Garam bersih, dipanen dari dalam air. kalau garam dari tambak tanah, harus dicuci dulu. proses pencucian itu membuat garam kehilangan bobot antara 20-30 persen,” jelas Marthen Dira Tome.
Itulah yang membuat kualitas garam produksi Sabu Raijua unggul, selain suhu panas yang memiliki peranan penti dalam pembuatan garam, suhu panas di NTT umumnya berlangsung 7-8 tahun dalam setahun. “Percaya saja garam terbaik,tidak ada campurannya,dibakar dengan gas kemudian diolah dengan ionisasi,” jelasnya.
Rintis Tambak Garam Sejak 2013
Sebenarnya, tambak garam di Sabu Raijua sudah dirintis sejak tahun 2013 seluas satu hekare yang dilakukan sendiri oleh Marten Dira Tome saat masih menjabat bupati.
Ketika itu, Wamen Menteri Perindustrian Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Alex Retraubun datang ke Sabu untuk melihat langsung tambak garam. “Ketika itu wamen pesan bahwa Sabu bisa jadi sentra produksi garam di Indonesia dan harus didorong terus dengan melakukan perluasan,” katanya.
Pengmbangan terus dilakukan sehingga dari awalnya hanya seluas 1 ha, berkembang menjadi 121 ha pada 2014. Namun, tidak dilanjutkan setelah Marten Dira Tome meletakan jabatan. Padahal Ketika itu, Sabu sudah memproduksi garam beryodium Nataga Cap ‘Otak Briliant”
Beberapa tahun terakhir, Marten membangun kembali tambak garam di sana dengan mengundang dua investor tersebut.
Menurut Marten, satu hektare tambak membutuhkan 10 pekerja dengan upah sesuai standar upah minimum. Jika tambak dikembangkan hingga 1.000 ha saja, membutuhkan 10.000 pekerja. Jumlah pekerja tersebut belum termasuk yang bertugas mengangkut garam mentah ke pelabuhan untuk diantarpulaukan.
“Efek dominonya luas, orang yang berpartisipasi angkut garam ke dermaga dan juga buruh,” sebutnya. Dengan demikian, ekonomi di Sabu Raijua akan menggeliat, salah satu cara agar masyarakat keluar dari kemiskinan.
Sambut Program Gubernur dan Wagub NTT
Sebagai perintis tambak garam di Sabu Raijua, Marten menyambut program Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena dan Wakil Gubernur Johni Asadoma yang komit menjadikan NTT sebagai salah satu sentra produksi garam nasional.
Termasuk progam “Beli NTT” yang mendorong masyarakat mengunakan produk hasil produksi di dalam daerah.
“NTT sangat mungkin menjadi sentra garam nasional, mulai dari luasan lahan sampai dengan iklim yang sangat mendukung,” jelasnya.
Apalagi, Presiden Prabowo Subianto telah menutup kran impor garam yang selama ini datang Cina, Australia dan India, harus dipenuhi dengan produksi dalam negeri. “Saya lihat kebijakan presiden itu disambut baik oleh NTT, terbukti gubernur dan para bupati dan wali kota berangkat ke Jakarta dan bertemu dengan Menteri,” kata Marten. (gma)