Oleh: Jegi Y A Taneo, Mahasiswa STAKN Kupang
SEBAGAI bagian dari generasi Z, kami menghadapi sejumlah tantangan yang sangat unik dibandingkan generasi sebelumnya. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, kami sering kali berada di persimpangan antara peluang digital yang melimpah dan berbagai tekanan sosial serta ekonomi yang menuntut solusi cepat. Beberapa masalah yang dialami oleh generasi Z saat ini mencakup:
Meskipun generasi Z dikenal sangat melek teknologi, banyak di antara kami yang merasa kurang memiliki keterampilan praktis, terutama dalam bidang yang mendukung keberlanjutan hidup, seperti pertanian. Sistem pendidikan saat ini cenderung lebih fokus pada aspek teori dibandingkan keterampilan vokasi, sehingga banyak generasi muda tidak siap untuk terjun ke sektor-sektor penting seperti pertanian.
Selain tantangan ekonomi, generasi Z juga menghadapi tekanan besar dari media sosial, yang sering kali menciptakan persepsi kesuksesan yang kurang realistis. Hal ini membuat banyak dari kami enggan mengejar karier di bidang-bidang yang dianggap tidak “mewah” atau kurang bergengsi, seperti pertanian. Sebagai akibatnya, generasi muda lebih condong memilih sektor-sektor urban yang berhubungan dengan teknologi atau industri kreatif, meskipun sektor pertanian sebenarnya menawarkan potensi yang besar.
Dalam masyarakat yang semakin urban, sektor pertanian sering kali dilihat sebagai pekerjaan yang tidak menjanjikan, kurang menguntungkan, atau penuh tantangan fisik. Padahal, pertanian memiliki peran kunci dalam menjaga ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk merancang kebijakan yang dapat mengatasi persepsi ini dan mendorong lebih banyak generasi Z untuk terlibat dalam pertanian.
Pendidikan Vokasi: Solusi untuk Mengatasi Tantangan
Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, diperlukan langkah nyata yang dapat membantu generasi Z tidak hanya untuk bertahan, tetapi juga berkembang di masa depan. Salah satu solusi yang paling relevan adalah dengan mengembangkan “Pendidikan vokasi” yang berfokus pada “pelatihan pertanian mandiri sejak dini”. Beberapa usulan yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah adalah:
Pendidikan vokasi pertanian harus diperkenalkan sejak di bangku sekolah menengah dengan pendekatan yang lebih praktis dan modern. Kurikulum yang mengajarkan keterampilan bertani, pengelolaan lahan, hingga penggunaan teknologi pertanian dapat mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian. Hal ini penting untuk menumbuhkan minat dan keterampilan teknis di kalangan generasi Z agar mereka tidak hanya tertarik pada sektor-sektor urban, tetapi juga berperan aktif dalam revitalisasi sektor pertanian.
Pemerintah harus mendorong penerapan teknologi seperti Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan big data dalam pendidikan vokasi pertanian. Generasi Z yang sangat akrab dengan teknologi perlu dilatih untuk memanfaatkan inovasi ini dalam bidang pertanian guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan keberlanjutan usaha tani. Dengan adanya pelatihan berbasis teknologi, pertanian tidak hanya akan menjadi lebih modern tetapi juga lebih menarik bagi anak muda.
Kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan petani lokal dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa melalui program magang dan kunjungan lapangan. Siswa dapat belajar dari petani yang berpengalaman tentang cara mengelola pertanian secara mandiri, sementara petani lokal dapat memperoleh dukungan berupa akses ke teknologi dan pengetahuan baru. Ini akan menciptakan sinergi antara generasi muda dan petani senior dalam mengembangkan pertanian berkelanjutan.
Pemerintah harus memberikan dukungan finansial dan akses modal bagi generasi muda yang ingin memulai usaha di bidang pertanian. Bantuan modal, bimbingan teknis, dan pendampingan bisnis dapat mendorong munculnya start-up di bidang pertanian yang inovatif dan berbasis teknologi. Selain itu, pemerintah dapat membentuk inkubator atau akselerator untuk membantu generasi muda mengembangkan ide-ide mereka menjadi usaha yang berdampak besar.
Selain keterampilan teknis, pendidikan vokasi juga harus menanamkan nilai-nilai kemandirian dan keberlanjutan. Generasi Z harus dibekali dengan pemahaman tentang pentingnya menjaga lingkungan, praktik pertanian berkelanjutan, serta kemandirian ekonomi melalui pertanian mandiri. Ini akan membentuk generasi petani yang tidak hanya terampil, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan lingkungan yang tinggi.
Pendidikan vokasi yang berfokus pada pelatihan pertanian mandiri sejak dini adalah salah satu solusi untuk menjawab tantangan sektor pertanian di masa depan. Dengan integrasi teknologi, kolaborasi lintas sektor, dan dukungan dari pemerintah, generasi Z dapat menjadi pionir dalam membangun pertanian yang lebih modern, berkelanjutan, dan mandiri. Pemerintah perlu menyusun kebijakan yang mendukung inisiatif ini untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan global di bidang ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan pendidikan yang tepat, generasi Z tidak hanya akan menjadi pengguna teknologi tetapi juga inovator yang mampu memecahkan masalah-masalah di sektor pertanian dan menjamin keberlanjutan kehidupan di masa depan. (*)
Kupang – Universitas Nusa Cendana (Undana) resmi menjadi tuan rumah Konferensi Nasional Teknik Sipil ke-18…
Kupang - Debat perdana calon gubernur dan wakil gubernur NTT pada 23 Oktober 2024 malam…
Kupang Pasangan Calon (paslon) Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) nomor urut…
Mataram - PLN Peduli melalui PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra)…
Kupang - Sekitar 30 tokoh masyarakat (Tomas) kelurahan Takari dan desa Noelmina kecamatan Takari, Kamis…
Kupang - Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menilai, konsep pengelolaan birokrasi yang ditawarkan…