Kupang – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil menurunkan angka stunting menjadi 15,7% pada Februari 2023.
Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi NTT Ruth D. Laiskodat mengatakan, pada Februari 2023, angka stunting di daerah itu sudah turun menjadi 15,7%, jika dibandingkan Agustus 2022 sebesar 17,7%.
Sebelumnya, Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat menargetkan stunting di NTT turun mencapai 12% hingga 10% pada 2024. Dengan penurunan angka stunting jadi 15,7%, NTT tidak lagi menyandang predikat sebagai daerah dengan kasus stunting terbanyak di Indonesia.
“Jadi ada yang bilang paling stunting, tidak lagi,” Ruth saat menyampaikan sambutan pada Sosialisasi Teknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan Launching Resep PMT Lokal Tinggi Protein Hewani dengan Tambahan Marungga di NTT untuk Ibu Hamil dan Balita di Puskesmas Oesapa, Kota Kupang, Selasa (4/4/2023)
Namun, menurutnya, total balita stunting masih banyak yakni 67.000 orang, sedangkan pada Agustus 2022, total anak stunting sebanyak 77.000 orang, sehingga dalam kurun waktu Agustus 2022-Februari 2023, stunting berkurang 10.000 orang.
Penurunan angka stunting dukungan dari berbagai pihak terutama Tim Penggerak PKK, puskesmas, Pokja Penanganan dan Pencegahan Stunting NTT, dinas kesehatan kabupaten dan kota, dan para orang tua asuh anak stunting seperti Bank NTT.
Intervensi yang dilakukan sudah berlangsung sejak sejak 2018, saat angka stunting di NTT tercatat 42%.
Saat ini, Tim Penggerak PKK bersama dinas kesehatan dan puskesmas menyiapkan makanan bergizi berbahan dasar kelor untuk diberikan kepada anak-anak gizi buruk.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ini berlangsung selama 90 hari atau tiga bulan di seluruh puskemas di NTT, bu hamil dengan kekurangan energi kronis (KEK). “Sudah ada pembuatan delapan menu yang juga sudah dihitung gizinya. dua menu untuk ibu hamil KEK sebagai contoh dengan makanan lokal, dan enam menu untuk anak-anak gizi kurang,” ujarnya. (*)
Editor : Gamaliel