Manggarai – Pulau Flores memiliki potensi geothermal yang cukup besar, hampir 1.000 Megawatt (MW) dan cadangan sebesar 402,5 Megawatt (MW).
Tersebar di 16 titik dan salah satu potensi besar tersebut ada di kawasan Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2268 K/30/MEM/2017, yang menyatakan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi (Flores Geothermal Island).
Pemerintah telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 dan mencapai Net Zero Emission pada 2060.
Dalam hal ini sumber daya EBT Indonesia khususnya pulau Flores yang melimpah perlu segera dimaksimalkan pemanfaatannya untuk pengadaan energi bersih.
Dede Mairizal, Senior Manager Perizinan, Pertanahan dan Komunikasi PLN (Persero) UIP Nusa Tenggara menuturkan jika saat ini kebutuhan energi listrik di NTT khususnya pulau Flores mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, yang merupakan pertanda membaiknya kondisi ekonomi di tengah masyarakat.
Pemenuhan energi tersebut lanjutnya ditopang oleh beberapa pembangkit listrik yang masih menggunakan bahan bakar minyak yang secara biaya pokok produksi lebih tinggi dibanding nilai jual ke pelanggan.
“Biaya produksi listrik di Pulau Flores itu sekitar Rp2.000 per kwh (kilo watt hours) sedangkan biaya yang dibebankan kepada masyarakat untuk pelanggan rumah tangga 1300 VA sebesar Rp 1.444 per kwh, artinya ada selisih yang harus ditanggung oleh negara melalui subsidi energi,” ujar Dede
Lebih lanjut Dede mengatakan, melalui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030, PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditugaskan untuk menyiapkan suplai energi yang cukup dan andal secara operasional, terlebih PLN ditargetkan menyiapkan energi yang ramah lingkungan guna mendukung tercapainya Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
“Ada potensi energi murah dan ramah lingkungan yang cukup menjanjikan di wilayah Poco Leok, sehingga perlunya langkah strategis dan dukungan dari para stakeholder di lokasi pembangunan, agar tercapai kesamaan pandangan dan tujuan, tentunya potensi ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama” lanjutnya.
Pada perjalanannya, PLN menyadari proses merealisasikan cita-cita besar ini menghadapi tantangan yang tidak ringan, baik pada sisi teknis maupun non teknis, hal itu di akuinya dikarenakan adanya perbedaan pemahaman akibat tidak tersampaikannya informasi secara utuh.
“kami tentunya dengan tangan terbuka siap menerima masukan dan saran dari segenap stakeholder dan masyarakat luas, karena itu merupakan bagian dari misi kami untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan” ucapnya
Saat ini pembangunan perluasan PLTP Ulumbu di wilayah Poco Leok memasuki tahap pematangan survey topografi untuk mengetahui data empiris awal kepemilikan batas lahan yang diperuntukan untuk sarana jalan masuk dan lokasi eksplorasi (wellpad) di desa Lungar, Kecamatan Satarmese.
Ia mengakui bahwa masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan termasuk kaitannya dengan penolakan masyarakat.
“Kita harus bisa menjelaskan bagaimana panas bumi di Poco Leok nantinya akan dikembangkan dan dikelola. Membangun komunikasi dengan seluruh elemen masyarakat, kita berupaya untuk memastikan masyarakat mendapat informasi tersebut secara lengkap, utuh dan akurat,” tutup Dede. (*)
Jakarta - Telkomsel melalui inisiatif CSR filantropi “Telkomsel Sambungkan Senyuman” yang berfokus pada kepedulian dengan…
Kupang - Dalam rangka memastikan kesiapan pasokan listrik menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025…
Kupang - DPRD Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) disebut telah mengingkari janji soal agenda…
Kupang - Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah menggelar Sosialisasi Ekosistem…
Kupang - Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memproyeksikan kebutuhan uang kartal pada…
Ruteng - PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra) melaksanakan kegiatan Penyampaian…