Kupang – Cawagub Nomor Urut 3 Andre Garu menanggapi pertanyaan panelis soal peningkatan PAD NTT dan pengembangan sektor pertanian, peternakan dan kelautan sat debat kedua yang berlangsung di Kampus Undana Kupang, Rabu (6/11/2024) malam .
Saat itu, Adrianus menyebutkan bahwa ia menyaksikan proses Kawin jagung laki-laki dan jagung perempuan.
“Saya bertemu dengan petani di Kupang Barat dan melihat proses kawin jagung perempuan dan jagung laki-laki untuk pengembangan bibit varietas baru” kata Andre Garu.
Terkait pernyataan tersebut, Dosen Pertanian Undana Kupang, Dr. Ir Leta Rafael Levis, M. Rur. Mnt menjelaskan, bagi para ahli agronomi yg mendalami proses pemuliaan suatu tanaman yakni untuk menghasilkan varietas baru dilakukan hibridisasi.
Hibridisasi menghasilkan jagung hibrida melalui pembentukan galur murni yg stabil berdaya hasil tinggi.
“Kemudian menguji penampilan daya gabung/galur tersebut, membentuk hibrida yg lebih produktif dgn menggunakan galur murni yang terpilih serta memperbaiki ketahanan terhadap penyakit dan hama serta daya hasil,” kata Rafael, Rabu Malam.
Dia mengatakan jika tanaman jagung dikenal sebagai tanaman hemozigot yang dapat dimaknai sebagai tanaman yg dapat melakukan penyerbukan silang sendiri artinya tidak membutuhkan tanaman lain.
“Ya kadang kadang orang mengatakan ada jagung perempuan ada jagung laki-laki karena pada satu batang jagung sama terdapat kedua kategori tersebut sehingga jarang orang mengatakan jagung perempuan atau jagung laki-laki,” katanya.
Sebagai pengajar di Fakultas Pertanian, Rafael tidak mau menyebut pernyataan Andre Garu keliru. “Intinya jagung itu taman hemozigot yang sifatnya dalam melakukan proses penyerbukan internal artinya ada jantan dan betina dalam batang jagung sama tetapi intinya tidak ada jagung laki-laki atau jagung perempuan,”
“Istilah yang benar bahwa agung ada bunga jantan dan bunga betina dalam serumah atau dalam satu pohon, tidak ada istilah jagung perempuan dan jagung laki-laki,” katanya menegaskan. Rafael menegaskan “Intinya jangan buat istilah baru yang membingungkan publik”.
Rafael menguraikan jika dalam proses penyerbukan sendiri tersebut akan menghasilkan bulir- jagung yang kualitasnya sangat bergantung varietas jagung yang ditanam.
Saat memilih varietas jagung untuk budi daya maka beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
Pertama, Kesesuaian tanah dan iklim, Kedua, daya toleransi terhadap penyakit, hama, cekaman kekeringan dan kemasaman tanah. Ketiga, Pola tanam dan tujuan penanaman.
Keempat, Preferensi petani terhadap karakter jagung seperti umur tanaman dan warna biji. Keempat, Prospektif pasar.
“Seorang calon pemimpin wilayah seharusnya berbicara dalam ranah kebijakan bagaimana meningkatkan produktivitas jagung sesuai dengan pertimbangan ke 5 poin di atas. Berbicara hal yang sangat scientific seperti jenis kelamin jagung seharusnya menjadi porsi ilmuwan atau agronomiyan,” ujarnya.
Perlu diketahui juga oleh publik, kata Rafael bahwa jagung hibrida itu adalah jagung yang dikembangkan dengan tujuan utama untuk pakan ternak.
“Tahun 2013 lalu telah ditetapkan 3 jenis jagung yang dikembangkan di NTT yakni yakni hibrida lebih difokuskan untuk penyediaan pakan ternak, kemudian jagung komposit difokuskan untuk konsumsi manusia dan swabenih bagi petani dan jagung lokal untuk mempertahankan kekayaan plasma nufta daerah,”
“Tetapi akhir-akhir ini banyak orang terjebak ke dalam pemahaman hanya pada jagung hibrida. Padahal dalam menghadapi pemanasan global saat ini pengembangan jagung komposit dan jagung lokal tidak boleh diabaikan,” ujarnya. (*/tim)