Kupang—Nelayan Desa Bolok, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang menangkap seekor anak buaya di perairan daerah itu, Rabu (21/2/2018).
Buaya sepanjang 51 sentimeter (cm) tersebut ditangkap di perairan Dermaga Polair menggunakan serama, yakni semacam tombak yang biasa digunakan nelayan setempat untuk ikan dan teripang.
Buaya tersebut kemudian diserahkan ke Polisi Perairan sebelum diserahkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur.
Kepala Balai Besar KSDA NTT Tamen Sitorus menjelaskan; temuan anakan buaya di perairan sekitar Bolok tersebut memperkuat indikasi bahwa ekspansi daerah jelajah buaya sudah sampai ke wilayah aktivitas manusia.
“Buaya biasanya bertelur pada daratan di sekitar muara, sungai, rawa, hutan bakau di mana tersedia cukup tanah bercampur serasah berupa daun dan ranting atau bahkan rumput-rumputan untuk membuat gundukan tempat mengubur telur-telurnya. Sampai telur-telur tersebut menetas, sang induk selalu menjaganya,” kata Tamen.
Balai Besar KSDA NTT bekerjasama dengan Balai Litbang Kehutanan Kupang selama 2 tahun terakhir telah melakukan kegiatan inventarisasi populasi buaya di Teluk Kupang, Taman Wisata Alam (TWA) Manipo dan Cagar Alam (CA) Hutan Bakau Maubesi.
Hal tersebut merupakan salah satu upaya jangka panjang untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik manusia dengan buaya di NTT.
Dalam jangka pendek, untuk mengurangi persinggungan antara manusia dengan buaya yang dapat mengakibatkan timbulnya korban terutama dari pihak manusia, maupun buaya itu sendiri, dilakukan upaya penangkapan buaya yang muncul pada area publik.
Balai Besar KSDA NTT telah membentuk Unit Penanganan Satwa sebagai bagian dari Satgas penanganan konflik dan Tim Koordinasi Penanganan Konflik Satwa di tingkat provinsi yang hingga saat ini masih dalam proses pembentukan.
Konflik antara manusia dengan buaya juga banyak terjadi di hampir semua provinsi di Indonesia.
Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 tentang KSDAH dan Ekosistemnya serta PP 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa diatur bahwa setiap orang dilarang menangkap dan membunuh satwa liar dilindungi, kecuali yang membahayakan jiwa manusia dan harus dilakukan oleh petugas yang berwenang.
Anakan buaya tersebut selanjutnya dimasukan dalam fasilitas kandang/kolam penampungan BBKSDA NTT untuk proses lebih lanjut.
11 Ekor Buaya
Menurut Tamen, sekitar 11 ekor buaya saat ini tinggal dalam fasilitas penampungan BBKSDA NTT.
Sebelumnya, setiap buaya yang ditangkap di area publik selalu direlokasi ke kawasan konservasi yang jauh dari Kota Kupang.
Namun mengingat buaya memiliki sifat homing instinc, dimana dikhawatirkan buaya yang direlease tersebut dapat kembali ke tempat ditangkap, maka kegiatan relokasi tersebut sudah dihentikan.
Direktorat Keanekaragaman Hayati Ditjen KSDAE pada Kementerian LHK saat ini mengupayakan perusahaan penangkar buaya di provinsi lain untuk dapat menampung buaya-buaya tersebut.
Namun demikian, sangat diharapkan jika pengelolaan penangkaran buaya secara profit oriented dapat dilakukan oleh investor di NTT sendiri baik untuk tujuan wisata, pendidikan serta penjualan kulit dan daging buaya.
Tamen Sitorus menghimbau kepada masyarakat untuk tetap berhati-hati dalam beraktifitas di perairan dan melaporkan penemuan maupun insiden konflik satwa melalui CALL CENTER BBKSDA NTT pada nomor +62 811-3810-4999. (bbksda ntt)