Menuju Sentra Garam Nasional, Dermaga di Pulau Sabu Perlu Ditingkatkan

  • Whatsapp
Garam Nataga Cap Otak, Produksi Koperasi Naga Laut di Sabu/dok

Kupang – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang dilirik pemerintah pusat sebagai salah sentra produksi garam untuk menyuplai kebutuhan nasional.

Saat ini, Indonesia masih mengimpor 1,7 juta ton garam dari negara lain dari kebutuhan nasional sebanyak 2,8 juta ton. Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto telah menutup keran impor garam konsumsi, yang selanjutnya memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengenjot produksi garam, termasuk NTT.

Daerah ini cocok menjadi sentra produksi garam karena memiliki musim kemarau antara 7-8 bulan, dan potensi produksi garam yang luas dibandingkan daerah lain. Dalam road show Gubernur NTT Emanuel Melkaides Laka Lena dan para bupati di sejumlah kementerian beberapa pekan lalu, total investasi yang dibawa pulang mencapai Rp4,2 trilun.

Rencananya, anggaran sebesar itu dimanfaatkan untuk mendanai sejumlah program percepatan pemerintah provinsi mulai dari garam, perikanan dan listrik.

Sejumlah daerah di NTT memang memang sudah membangun tambak garam dengan produksi yang bervariasi termasuk Kabupaten Sabu Raijua. Saat ini, dari potensi 4.000 hektare tambak garam di Sabu, baru 70an ha yang dikelola, yang mampu memproduksi garam mentah 315 ton per hektare.

Dengan demikian, masih ada sekitar 3.930 hektara yang perlu digarap secara serius demi memenuhi kebutuhan garam nasional dan daerah.

Tata Kelola Transportasi

Marthen Dira Tome dari PT. Nataga Raihawu Industri, Jumat (28/3/2025) mengatakan, jika produksi garam di Sabu Raijua diperluas, pemerintah perlu mengurus tata Kelola transportasi dan juga meningkatkan dermaga di Sabu Barat maupun di Sabu Timur.

“Kalau nanti mau produk dibawa ke luar dengan harga bersaing, masalah transportasi harus kita urus,” kata Mantan Bupati Sabu Raijua tersebut.

Menurut Marten, rute pengangkutan garam harus langsung dari Sabu ke Surabaya, bisa singah di pelabuhan lainnya di Flores. “Selama ini sudah ada kapal, tetapi tidak ada barang yang keluar dari daerah kita, maka kapal harus lingkar NTT,” jelasnya.

Ada juga barang yang diangkut dari Sabu Raijua, harus dipindahkan ke kapal lain di Pelabuhan Tenau Kupang sebelum diangkut ke Surabaya. Kondisi ini membuat pengiriman barang menjadi lama dan biaya yang dikeluarkan pun menjadi menjadi lebih mahal, dan tentu berdampak pada biaya produksi.

Persoalan lain, lanjut Marthen, adalah dermaga Sabu Raijua hanya mampu mengangkut barang hingga 3.000 ton, dan dermaga di Sabu Timur mengangkut barang antara 4.000 ton, kemudian tol laut yang beroperasi di sana, hanya mampu mengangkut barang antara 350-400 ton. “Maka perlu diiperpanjang dermaganya, dikeruk lagi sehingga menjadi dalam,” tandasnya. (gma)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *