Categories: Sains-Tekno

Manusia Alor Beradaptasi dengan Perubahan Iklim Sejak 40.000 Tahun Lalu

Australia – Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan The Australian National University (ANU) menyebutkan orang-orang awal cepat beradaptasi dengan perubahan iklim saat mereka menuju Australia lebih dari 40.000 tahun lalu.

Kesimpulan para peneliti itu merupakan hasil analisis dari kerang, tulang, ikan, dan kail yang ditemukan sat mereka melakukan penggalian di Gua Makpan di pantai barat daya Alor, Nusa Tenggara Timur.

Dikutip dari Phys.com, Dr. Shimona Kealy yang memimpin penelitian tersebut menyebutkan betapa inventif dan adapatif orang-orang yang tinggal di lokasi itu. Penelitian itu juga menegaskan posisi Alor sebagai batu loncatan antara pulau-pulau besar di Flores dan Timor.

“Ini memberikan wawasan lebih jauh tentang pergerakan manusia moderen awal antar pulau dan menunjukkan betapa tanggapnya orang terhadap tantangan seperti perubahan iklim,” kata Dr. Kealy.

Menurutnya, begitu orang mulai pindah ke pulau, mereka melakukannya dengan sangat cepat, dan dengan cepat menyesuaikan diri dengan rumah pulau baru mereka. Gua Makpan mengalami serangkaian pasang surut permukaan laut besar-besaran selama 43.000 tahun pendudukan manusia, sebagian besar karena Zaman Es terakhir. “Ketika orang pertama kali tiba di Makpan, jumlah mereka sedikit,” kata Dr Kealy.

Komunitas masa awal itu hidup dengan makan kerang, teritip, dan bulu babi. Tak heran jika situs gua Makpan menyimpan bukti signifikan mengenai penangkapan ikan. Tidak hanya tulang berbagai spesies ikan dan hiu, tetapi juga kail ikan dengan berbagai bentuk dan ukuran.

Namun tak lama setelah kedatangan mereka yang pertama, permukaan laut mulai turun. Hal tersebut membuat jarak antara gua Makpan ke pantai menjadi semakin jauh. Kemungkinan besar mendorong mereka memperluas pola makan dengan memasukan berbagai buah dan sayuran.

Saat Zaman Es terakhir sekitar 14.000 tahun lalu, jarak Makpan dengan pantai pun mencapai 1 km. Situs Makpan kemudian ditinggalkan sekitar 7.000 tahun lalu. Belum diketahui dengan jelas mengapa situs tersebut akhirnya ditinggalkan.

Namun dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Quaternary Science Reviews, Kealy menyebut kenaikan permukaan laut terakhir, akibat perubahan iklim, mungkin membuat daerah lain di sekitar pulau Alor menjadi lokasi permukiman yang lebih menarik.

Profesor Sue O’Connor mengatakan sekitar 12.000 tahun yang lalu orang menikmati ‘hamparan makanan laut’.

“Tidaklah mengherankan jika situs tersebut menjadi bukti signifikan untuk penangkapan ikan saat ini, tidak hanya tulang berbagai spesies ikan dan hiu, tetapi juga dalam bentuk kail ikan dengan berbagai bentuk dan ukuran,” tambah Profesor O’Connor. (gma/sumber: Phys.com)

Komentar ANDA?

Canra Liza

Recent Posts

Lika-Liku Perjuangan Warga Namosain Menentang Pemblokiran Akses Oleh Toko NAM, Didemo Baru Kelar

Kupang - Sejumlah warga Kelurahan Namosain, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang…

10 hours ago

BookCabin Hadirkan Program BFF dan Layanan BookCabin Ambassador untuk Kenyamanan Perjalanan Natal dan Tahun Baru

Jakarta – Seiring dengan perkembangan kebutuhan perjalanan yang semakin meningkat, BookCabin yang merupakan Online Travel…

18 hours ago

Proyek di Malaka Belum Selesai, BPJN Bantah Dana Cair 100 Persen

Kupang - Proyek Penanganan Longsor di Kabupaten Malaka senilai Rp 20 miliar melalui Pelaksanaan Jalan…

2 days ago

PLN Dukung Destinasi Pariwisata Super Prioritas Labuan Bajo dan Energi Baru Terbarukan

Labuan Bajo - Di tengah pesatnya perkembangan pariwisata dan permintaan energi listrik yang terus meningkat…

3 days ago

Melki Laka Lena dan Menkomdigi Komit Buka Isolasi Digital di Wilayah Terpencil NTT Termasuk TTS

Jakarta - Gubernur NTT Terpilih, Melki Laka Lena, terus membangun sinergi untuk membangun NTT. Yang…

3 days ago

PLN UIP Nusra Salurkan Bantuan untuk Kelompok Tani dan Pembangunan Gereja di Lembata

Lembata - PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra) menyalurkan bantuan program…

3 days ago