Kupang–Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur (NTT) disebut sebagai kafe bagi Paus biru (Balaenoptera musculus) sehingga perairan ini cocok dikembangkan menjadi wisata menonton Cetasea.
Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan Tim Ekpedisi ‘The Underwater360 Group’ bersama jajaran Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang di Bolok, Jumat (21/10).
Tim ini beranggota 11 orang berasal dari sejumlah negara antara lain Australia, Singapura, Spanyol dan Tiongkok. Mereka terdiri dari penyelam bebas (freediver) Dada Li asal China dan Pepe Arcos asal Spanyol, penyelam (diver), peneliti cetasea, dan peneliti wisata bahari dipimpin Ahli Cetasea yang juga Direktur APEX Environmental Benjamin Kahn.
Ekspedisi berlangsung dari 10-20 Oktober 2016 menempuh jarak sejauh 1.200 kilometer dari Laut Banda menuju Laut Sawu menggunakan kapal Liveboard Samambia.
Ekspedisi ini bertujuan meneliti pergerakan cetasea di dua taman nasional perairan di Indonesia timur tersebut, dan mengembangkan potensi perairan setempat sebagai tempat pengembangan wisata berkelanjutan berbasis konservasi.
“Laut Sawu merupakan cafe karena di sana paus biru akan mendapat energi baru setelah melakukan perjalanan jauh dari Laut Banda,” kata Benjamin.
Laut Sawu juga memiliki karakteristik unik berupa ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Tiga ekosistem utama ini diperlu dijaga karena jika salah satu rusak, akan memengaruhi migrasi paus antara April hingga Juli.

Peneliti Cetasea asal Australia Judi Lowe yang menyampaikan materi ‘Sustainable Marine Tourism’ mengatakan Indonesia terletak Indonesia terletak pada pusat Segitiga Terumbu Karang Dunia yang mana masyarakat pesisirnya tergantung dari kehidupan ekosistem laut.
Karena itu kawasan konservasi Laut Banda dan Sawu untuk melindungi ekosistem terumbu karang sehingga bisa bermanfaat, yaitu bagaimana meningkatkan stok sumber daya alam agar dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Yang bisa dibuat Dinas Pariwisata terkait konservasi ialah mengembangkan ekotourism, pendekatan pengelolaan pesisir yang terpadu, dan melibatkan masyarakat kecil dalam melindungai terumbu karang,” ujar mahasiswi S3 salah satu universitas di Australia tersebut.
Kepala BKPPN Kupang Ikram Malan Sangadji mengatakan paus bermigrasi dari selatan ke Laut Banda dan selanjutnya menuju Laut Sawu.
“Kita butuh dukungan pemerintah daerah dalam kontribusi wisata bahari di NTT termasuk wisata menonton cetasea,” ujarnya.
Terkait rencana menjadikan laut Sawu sebagai lokasi wisata menonton Cetasea, Ikram juga minta dukungan pemerintah untuk mengatur alur pelayaran kapal yang melintas di perairan tersebut.
Selain itu, pengamanan terhadap perairan laut Sawu perlu ditingkatkan. Pasalnya jika terjadi kerusakan ekosistem Laut Sawu akan mengurangi migrasi cetasea. “Untuk wisata menonton cetasea, kami sudah memiliki sonasi untuk ruaya cetasea sehingga alur pelayaran perlu diatur,” ujarnya. (sumber: mediaindonesia/palce amalo)