Kupang – Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Bawaslu Provinsi NTT dan Kabupaten TTS didesak agar segera mengambil tindakan tegas dan terukur agar penyelenggara pemilihan tidak membuat gaduh di ruang publik.
Menanggapi tudingan beras bantuan di Soe, Drs. Yosafat Koli, M.Si, Komisioner KPU Provinsi NTT 2013-2024 menyayangkan tindakan tidak berintegritas dan profesional yang dipertontonkan Panwaslu Kecamatan Kota Soe kepada publik. Jika bekerja tidak profesional, bisa melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Yosafat Koli mengatakan, hal pengawasan pemilihan telah diatur di dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2024 Tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Meskipun pada peristiwa tersebut Panwaslu Kecamatan Kota Soe menjalankan tugas dan kewenangan, namun disayangkan karena dalam menjalankan tugas dan kewenangan tersebut mengabaikan standar pelaksanaannya sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (2) dan (3),” sebut Josafat dalam keterangan tertulis yang diterima media, Jumat (8/11/2024).
Menurutnya Pasal 13 ayat (2) huruf a pelaksanaan pengawasan dilakukan dengan cara mengamati, mengkaji, memeriksa, dan menilai terhadap (1) pelaksanaan tahapan Pemilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (2). kelengkapan, kebenaran, keakuratan dan keabsahan dokumen yang menjadi lingkup Pengawasan pada masing-masing tahapan Pemilihan; b. melakukan penelusuran informasi awal dugaan pelanggaran; c. melakukan Pencegahan pelanggaran Pemilihan dan sengketa Pemilihan; d. melakukan penanganan pelanggaran Pemilihan; dan e. melakukan penyelesaian sengketa Pemilihan.
Ditambahkan, Pasal 13 ayat (3) Penelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk mencari kebenaran atas informasi awal dengan cara: a. mendatangi lokasi; b. meminta dan mendokumentasikan keterangan pihak yang terkait; dan/atau c. melakukan tindakan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Yosafat mempertanyakan mengapa hasil penelusuran awal di lokasi tersebut jatuh ke ruang publik sehingga menimbulkan kegaduhan, padahal belum disampaikan Panwaslu Kecamatan Kota Soe tentang hasil penelusuran tersebut sudah memenuhi unsur pelanggaran Pemilu/Pemilihan? ”Karena informasi yang diperoleh tersebut menjadi tanggung jawab Panwaslu Kecamatan Kota Soe. Peraturan Bawaslu Nomor 6 Tahun 2024 sangat jelas memberikan arahan prinsip dan tindakan” ujarnya.
Disebutkan Josafat Koli, jika laporan atau temuan hasil penelusuran yang diperoleh belum memenuhi unsur layak tidaknya sebagian laporan atau temuan, maka patut diduga Panwascam Kota Soe melakukan pelanggaran Peraturan DKPP No. 2 tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 6 ayat (1) Untuk menjaga integritas dan profesionalitas, Penyelenggara Pemilu wajib menerapkan prinsip Penyelenggara Pemilu.
Pasal 6 ayat (2) pada Prinsip Jujur bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu didasari niat untuk semata-mata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan;
“Ayat (3) Profesionalitas Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada prinsip: (a). berkepastian hukum maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(b). Prinsip Tertib maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, keteraturan, keserasian, dan keseimbangan;
(f). Prinsip Profesional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memahami tugas, wewenang dan kewajiban dengan didukung keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas; profesional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memahami tugas, wewenang dan kewajiban dengan didukung keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas;
“Kasus yang menimpa Nifron Henukh, salah satu simpatisan Paslon Melki-Johni menunjukkan bahwa Panwaslu Kecamatan Kota Soe tidak menghayati tugas dan fungsi sebagai penyelenggara Pemilu/Pemilihan sehingga wajib dituntut pertangungjawabannya,” tegasnya.
“Saya minta Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten TTS agar mengambil tindakan tegas dan terukur agar penyelenggara Pemilihan tidak membuat kegaduhan yang tidak sepantasnya dilakukan,” ujar mantan Tim Pemeriksa Daerah (TPD), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Nusa Tenggara Timur 2018-2020 ini.(*/tim)