Kupang–Lebih dari 13.000 korban pencemaran minyak mentah (crude oil) di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara pada 2009, menuntut kerja sama dengan Australia untuk mendapatkan hak-hak mereka yang telah dirampas oleh PTTEP dan Australia.
“Kami tidak butuh bantuan, tetapi yang kami butuh adalah kerja sama,” kata Ketua Tim Advokasi Korban Montara Ferdi Tanoni, Selasa (07/03), menjawab pertanyaan wartawan seputar keinginan Pemerintah Australia untuk membantu para petani rumput laut yang terkena dampak pencemaran Laut Timor 2009.
Mantan agen imigrasi Australia itu mengatakan apa yang diinginkan korban Montara merupakan sebuah bentuk pertanggung jawaban moril Australia sesuai dengan kesepakatan yang dibangun bersama Pemerintah Indonesia serta masyarakat terdampak dari pencemaran tersebut.
“Kami sama sekali tidak butuh bantuan Australia sebagaimana yang disampaikan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop kepada pers di Jakarta, Senin (6/3), usai bertemu Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan,” katanya menegaskan.
Bishop mengatakan Pemerintah Australia berjanji untuk membantu para petani rumput laut di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tengah menuntut ganti rugi dalam kasus tumpahan minyak di Laut Timor pada 2009.
“Kami telah berdiskusi secara terbuka tentang hal ini dan walaupun ini sudah menjadi wilayah pengadilan, Kedutaan Australia akan terus bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk membantu apa saja yang bisa kami lakukan,” kata Menteri Bishop.
Komitmen pemerintah Australia tersebut, menurut Tanoni yang juga Ketua Peduli Timor Barat (PTB) itu, bukan yang diinginkan oleh para korban Montara, melainkan sebuah bentuk kerja sama yang tulus dari Australia untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka yang telah dirampas oleh PTTEP dan Australia selama ini.
Kerja sama tersebut, kata peraih tunggal Civil Justice Award Australian Lawyers Alliance 2013 ini, untuk bersama mengidentifikasi secara ilmiah seluruh besaran kerugian yang dirasakan oleh masyarakat korban, seperti para petani rumput laut, nelayan serta kerusakan lingkungan yang terjadi di Laut Timor dan Laut Sawu akibat dari tragedi tumpahan minyak tersebut.
Hampir 90 persen wilayah perairan Indonesia di Laut Timor tercemar semuanya, yang kemudian membawa petaka bagi para petani rumput laut di wilayah pesisir kepulauan Nusa Tenggara Timur, akibat wilayah perairan budidaya sudah terkontaminasi.
Saat ini, lebih dari 13.000 petani rumput laut di wilayah Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Kupang, NTT sedang menggugat PTTEP di Pengadilan Federal Australia di Sydney untuk menuntut ganti rugi atas kerusakan lingkungan serta perairan budidaya yang tercemar minyak mentah serta zat beracun lainnya yang dimuntahkan Montara.
“Kami akan segera bersikap dengan menyurati Pemerintah Australia dan Indonesia untuk bersama menyelesaikan Tragedi Petaka Montara ini secara menyeluruh dan komprehensif dan kami juga tidak meminta Pemerintah Australia untuk melakukan intervensi apa pun terhadap persidangan gugatan para petani rumput laut yang sedang berjalan di Pengadilan Federal Australia saat ini,” tegasnya.
“Kami hanya bisa menyampaikan terima kasih kepada Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop yang telah bertemu Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan untuk membahas masalah Montara dan menawarkan kerja sama bagi korban Montara,” demikian Ferdi Tanoni.(siaran pers/herman)
Kupang - Kuimasi merupakan salah satu dari 9 desa di Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Nusa…
Jakarta - Telkomsel melalui inisiatif CSR filantropi “Telkomsel Sambungkan Senyuman” yang berfokus pada kepedulian dengan…
Kupang - Dalam rangka memastikan kesiapan pasokan listrik menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025…
Kupang - DPRD Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) disebut telah mengingkari janji soal agenda…
Kupang - Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah menggelar Sosialisasi Ekosistem…
Kupang - Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memproyeksikan kebutuhan uang kartal pada…