Kupang – Anggota DPRD kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), David Boimau mengatakan penambangan batu warna di wilayah Kecamatan Kolbano akhir-akhir ini kian memprihatinkan.
Daerah pariwisata Fatu Un yang termasuk kawasan larang tambang juga ikut dirambah penambang. Bahkan kata Dewan asal Kolbano ini, sering terlihat daerah kawasan larang tambang tersebut menjadi titik muat batu warna dari sejumlah pengusaha yang menggunakan truk kontainer. “Mereka muat malam-malam, Saya pernah temukan Kontainer yang melewati Pos Penjagaan Batu Putih tidak melapor dan saya koordinasikan dengan Kadis PUPR untuk melakukan penertiban tetapi itu pun tidak ditindaklanjuti sampai saat ini,” kata David Boimau.
Dia menambahkan pengangkutan batu warna dari wilayah tersebut menggunakan kontainer kian marak namun didiamkan Pemda TTS.
“Kini marak pengangkutan dengan memakai Kontainer. Kalau pengangkutan dengan kontainer maka seharusnya Pemda TTS melakukan pemeriksaan di lapangan untuk segel di tempat dengan pemeriksaan dokumen pengangkutan antar pulau secara lengkap. Saya melihat ada indikasi Pemda turut bermain di belakang layar dengan dibeking oleh oknum-oknun tertentu yang mengambil keuntungan dari tambang ilegal yang saat ini marak terjadi,”ungkapnya.
Disampaikan dia pernah melihat Pemda TTS tmelakukan penertiban atau pemeriksaan di Batu putih namun bukan terhadap aktifitas di daerah larang tambang tersebut.
Dia mempertanyakan sikap Pemda TTS yang kini diam padahal penambangan ilegal terus terjadi dikawasan tersebut. Pemda dinilai telah melakukan pembiaran terhadap kondisi tersebut.
“Persoalan batu warna di daerah larang tambang Fatu Un adalah kesalahan Pemda TTS untuk melakukan penertiban. Semua yang angkut disitu ilegal. Aktifitasnya terlihat dan tidak harus dilaporkan oleh Pemdes atau DPRD. Kecuali hal-hal yang tidak terlihat maka perlu dikoordinasikan atau dilaporkan baru ada penindakan. Beberapa waktu lalu ada pertemuan bersama para pemilik batu warna yang tergabung dalam perkumpulan Fortuna di Oetuke dihadiri lengkap semua OPD. Pada prinsipnya pemegang IUP juga mau untuk daerah sekitar itu dilakukan penertiban tetapi harus dilakukan menyeluruh dan berlaku utk semua pelaku tambang liar. Tetapi hingga saat ini Pemda tidak berani ambil penindakan sehingga situasi dilapangan saat ini merajelela dan memprihatinkan. Kalau masyarakat ada yg berani melaporkan dari sisi UU Lingkungan Hidup maka Pemda dan para pelaku tambang ilegal bisa dikenakan sanksi pidana,”tulis David Boimau dalam WhatsApp yang diterima media ini, Jumat (15/3/2024).
Dia mengatakan masyarakat tak berani melapor karena berbagai alasan namun mestinya Pemda bisa ambil tindakan tanpa harus ada laporan masyarakat mengingat kondisi di lapangan terlihat jelas dan diketahui pemerintah.
Dia mengharapkan Pemda tegas bersikap terhadap aktifitas tambang batu warna di wilayah kabupaten TTS karena ada aktifitas yang merugikan daerah dan masyarakat namun menguntungkan pengusaha saja.
“Manfaat untuk masyarakat sebenarnya tidak ada yang menunjukan hasil perubahan yang signifikan. Sekedar untuk bertahan mencukupi kebutuhan rumah tangga, di bidang pendidikan juga tidak terlalu terlihat karena banhak pengrajin yang anaknya tidak bersekolah sampai kuliah,”sambungnya.
Sementara penjabat bupati TTS, Seperius Eddy Sipa menyampaikan Pemda TTS akan menyikapi persoalan tambang di kawasan larang tambang tersebut dengan melakukan koordinasi dengan dinas PUPR dan OPD terkait.
Menyangkut informasi bahwa ada kupon retribusi tambang yang bisa digunakan lebih dari satu kali oleh pelaku bisnis baru warna, Seperius Eddy Sipa mengatakan kupon tersebut tidak bisa dipakai beberapa kali karena sisa kupon lama Tahun 2023 sudah ditarik kembali.
Menurutnya, saat ini yang digunakan adalah kupon baru sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yg mana petugas setiap pos baik di Oebon maupun Batu Putih akan paraf dan isi tanggal dan jumlah tonasi sehigga tidak mungkin 1 kupon akan dipakai berulang. (jmb)