Politik

Kerap Dijadikan Alat Kampanye Politik, Masyarakat NTT Diimbau Kritis Baca Hasil Survei

Jakarta – Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Dr Ujang Komarudin berharap masyarakat terutama warga Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk bersikap kritis dalam membaca hasil survei terkait Pilgub NTT 2024.

Sering kali hasil survei sengaja dibuat bias untuk menjadi alat kampanye politik dengan cara menggunakan surveyor yang tidak netral atau mensurvei responden yang sudah dikondisikan.

“Pemilih harus kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh hasil survei. Meskipun survei adalah alat penting untuk mengukur dukungan publik, tetapi harus dilakukan dengan metode yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

Menurut Ujang Komarudin, hasil survei kadang dianggap menjadi bagian dari framing atau marketing politik dalam rangka meningkatkan elektabilitas calon-calon di pilkada.

“Masyarakat NTT diharapkan fokus pada rekam jejak, integritas, dan visi misi kandidat, dari pada bergantung pada angka-angka survei yang bisa saja dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu,” ujarnya.

Seperti diketahui, lembaga survei Indikator Politik Indonesia baru-baru ini merilis hasil survei terkait elektabilitas pasangan cagub dan cawagub NTT yang berlaga di Pilkada 2024.

Hasil survei menunjukkan pasangan Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema) dan Jane Natalia Suryanto meraih 36,6 persen. Sementara pasangan Emanuel Melkiades Laka Lena (Melki Laka Lena) dan Johni Asadoma 27,4 persen, disusul pasangan Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu yang meraih 23,9 persen.

“Bagaimanapun hasil survei merupakan acuan untuk kerja elektoral, bukan penentu kemenangan. Masyarakat NTT tentunya harus kritis membaca dan pahami hasil survei yang mungkin bias jadi alat kampanye politik,” tegas Ujang Komarudin.

Di samping itu, masyarakat, kata Ujang Komarudin, juga wajib tahu bahwa data yang muncul dari hasil survei merupakan data lapangan murni.

Lalu, surveyor itu juga harus bekerja secara netral independen, tidak boleh ada titipan, dan yang terpenting adalah respondennya itu harus riil bukan yang sudah dikondisikan.

“Misalkan saja, dengan data dan responden yang sama, tiba-tiba ada satu lembaga survei merilis calon A yang unggul sementara banyak lembaga-lembaga survei lain merilis calon B yang menang. Tentunya ini kan jadi pertanyaan juga?,” ujarnya. (*/gma)

Komentar ANDA?

Canra Liza

Recent Posts

Terjawab, Program Air di NTT Ternyata Inisiatif Pemerintah Pusat, Dikerjakan TNI

Kupang - Masalah air bersih di Nusa Tenggara Timur (NTT) terus menjadi perhatian utama. Menurut…

3 hours ago

SPK Bilang Dana Transfer Daerah Perlu Dikurangi, Dikasih Paham oleh Johni Asadoma

Kupang - Calon Wakil Gubernur NTT dari Pasln Nomor Urut 2 Johni Asadoma tenang menanggapi…

4 hours ago

Debat Perdana, Melki-Johni Pastikan TPP ASN Disalurkan Tepat Waktu

Kupang - Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur NTT Melkiades Laka Lena - Johni Asadoma…

10 hours ago

Kelompok Tani Poco Leok Panen Berulang, Setda Manggarai Apresiasi Program TJSL PLN

Manggarai - Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur…

19 hours ago

Kata Pengamat Soal Kedekatan Melki-Johni dengan Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putih

Kupang - Semua calon Gubernur NTT bisa punya akses ke pusat kekuasaan. Tetapi yang sedang…

21 hours ago

Empat Prodi di Undana Jalani Akreditasi Internasional FIBAA dengan Tim Asesor dari Jerman

Kupang - Universitas Nusa Cendana (Undana) semakin menunjukkan komitmennya untuk bersaing di tingkat global melalui…

24 hours ago