Categories: Humaniora

Kadondo Natara, Kisah Natal Dari Dusun

Ilustrasi

KADONDO Natara ialah satu contoh budaya masyarakat Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur yang mencerminkan kepribadian masyarakat perdesaan ketika merayakan kelahiran Kristus atau Natal.

Inilah keunikan hasil budaya manusia pada zamannya yang masih terpelihara rapi. Sebab biarpun serbuan kecanggihan teknologi sudah sampai dusun terpencil, budaya ini masih bisa bertahan. Namun, jangan heran jika Kadondo Natara tidak lagi ditemukan di kota-kota besar. “Perayaan ini hanya ada di dusun di Pulau Sumba,” Rohaniawan Protestan Pendeta Dr Eben Nubantimo.

Sebenarnya, Kadondo Natara merupakan pertemuan besar yang melibatkan keluarga dari marga berbeda di yang bermukim sebuah dusun tertentu. Pertemuan itu bertujuan merayakan natal, tetapi menjadi penting karena tokoh adat, menjadikannya sebagai kesempatan untuk menuturkan kembali silsilah keluarga. Tujuannya, generasi yang lahir kemudian mengenal asal-usul mereka. Dari mana ia berasal, siapa saja saudaranya, dan di mana saja mereka bermukim.

Awalnya, kisah ratusan tahun silam ini, setelah masuknya agama Kristen di Sumba. Penyebar agama asal Belanda mengajari rakyat membaca Alkibab. Di dalam kitab Perjanjian Baru, mereka menemukan kisah mengenai Kristus ternyata diawali penuturan silsilah. Itulah yang kemudian diadopsi hingga saat ini. “Bukan hanya mengingatkan tentang masa lalu, tetapi masyarakat belajar dari nilai-nilai yang bisa diteladani,” katanya.

Mengamati Kadondo Natara, kita bisa melihat rangkaian sejarah yang tidak terputus karena semua anggota keluarga hadir di sana tidak hanya bertutur soal asal-usul, tetapi juga soal kelahiran Kristus dan mempelajari ajaran-ajaranNya. Ajaran itu makin menguatkan persatuan guna menciptkan kehidupan yang harmonis di masyarakat. Semua anggota keluarga yang mencapai ratusan orang kemudian menggelar doa bersama dan bergembira menyambut kelahiran Kristus sebelum menyantap hidangan yang disiapkan.

Lain lagi kisah di Pulau Timor. Masyarakat perdesaan sudah berkumpul sejak 24 Desember pagi, satu hari jelang natal. Mereka masak dan menyembelih hewan untuk berpesta menyambut kelahiran Kristus. Keunikan timbul setelah pada pukul 20.00 Wita, makanan tersebut dibawa ke gereja untuk didoakan dalam perayaan menyambut Natal. Seusai berdoa, makanan yang dibawa jemaat, dibarter dengan makanan jemaat lainnya.

Makna dari bertukar makanan tersebut ialah ucapan syukur Tuhan. Pada bagian lain, penyambutan natal juga diisi berbagai kegiatan seperti cerdas cermat mengenai isi Alkitab, misalnya kisah mengenai Goliat dan Nabi, Israel, dan Nabi Musa. Menurut Pendeta Eben, perayaan natal juga menjadi kesempatan meningkatkan tali persaudaraan. (gba)

Komentar ANDA?

Canra Liza

Recent Posts

KPU Tetapkan Melki-Johni Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Terpilih

Kupang - KPU NTT menggelar rapat pleno terbuka penetapan calon gubernur dan calon wakil gubernur…

4 hours ago

Perokris PLN Berikan Bantuan Pembangunan Delapan Gereja di NTT

Kupang - PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah (UIW) Nusa Tenggara Timur melalui Persekutuan Rohani…

6 hours ago

Johni Asadoma Sapa Difabel dengan Bahasa Isyarat

Kupang - Wakil Gubernur NTT terpilih Johni Asadoma menyapa disabilitas mengunakan bahasa isyarat saat menyampaikan…

7 hours ago

Johni Asadoma Syukuran Ulang Tahun ke-59 Bersama 500 Difabel

Kupang - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) terpilih, Johni Asadoma merayakan ulang tahunnya yang…

21 hours ago

KPU Tetapkan Melki-Johni Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih NTT 9 Januari

Kupang - KPU Nusa Tenggara Timur (NTT) akan melaksanakan pleno penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur…

1 day ago

Kronologi Tragedi Berdarah di Rote Timur, Pelaku Diduga Ingin Menguasai Sawah Milik Korban

Kupang - Ferdinan Lalay, pelaku pembacokan terhadap Yafet Lalay di Persawahan Nggeladale, Desa Matasio, Kecamatan…

2 days ago