Kupang – Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni menuntut Pemerintah Australia segera menghentikan penangkapan terhadap nelayan tradisional asal Nusa Tenggara Timur yang mencari hasil laut di Pulau Pasir.
Tuntutan mantan agen imigrasi Australia di Indonesia ini terhadap Pemerintah Australia ini menyusul bocornya sebuah surat dari J. G. Powys Direktur Regional Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia yang ditujukan kepada Allan W. Newton di Perth-Australia Barat.
“Kami menerima sebuah dokumen dari Australia tentang suratnya tertanggal 6 Juni 1989 sebuah surat yang dikirim dari J. G. Powys Direktur Regional Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia yang ditujukan kepada Allan W. Newton di Perth-Australia Barat,” jelas Ferdi Tanoni yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Kamis (29/12/2022).
Berikut, isi surat tersebut:
Menanggapi surat Anda selanjutnya tertanggal 26 Mei, saya lampirkan salinan Agreed Minutes (Notulen yang disetujui) dengan lampiran, pertemuan antara pejabat Australia dan Indonesia di Jakarta pada tanggal 28-29 April 1989 yang memutuskan pengaturan yang direvisi untuk operasi nelayan tradisional di bawah Memorandum of Understanding 1974.
Menteri Luar Negeri dan Perdagangan, Senator Evans mengajukan Agreed Minutes (Notulen yang disetujui) dan lampiran nya di Parlemen pada tanggal 4 Mei 1989. Sebuah surat yang relevan dari Hansard juga terlampir.
Diskusi antara pejabat Australia dan Indonesia yang relevan tentang tindakan kerja sama untuk mengembangkan kegiatan penghasil pendapatan alternatif berada pada tahap awal – detail belum tersedia.
“Saya telah diminta untuk menunjukkan bahwa Memorandum of Understanding (MOU) dan kesepahaman yang tergabung dalam Agreed Minutes (Notylen yang disetujui) tidak boleh dianggap sebagai “Perjanjian”, suatu istilah yang menunjukkan sebuah perjanjian dalam praktik hukum Australia. Memorandum of Understanding (MOU) dan Agreed Minutes (Notulen yang disetjui) adalah dokumen yang kurang dari “Status Perjanjian” yang lebih secara akurat dirujuk sebagai “pengaturan”, istilah yang akan Anda perhatikan digunakan dalam teks rilis berita Senator Evans pada 1 Mei 1989.
Menurut Ferdi Tanoni, jika Memorandum of Understanding 1974 ini digunakan sebagai sebuah Perjanjian Australia-Indonesia, sudah merupakan sebuah kesalahan (disengaja?) yang sangat signifikan untuk mengorbankan rakyat Indonesia di perairan Laut Timor dan memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Australia.
Pemerintah Federal Australia beber peraih penghargaan nasional Untuk Keadilan Sipil (Civil Justice Award) 2013 dari Aliansi Pengacara Australia terkait dengan perjuangannya membela masyarakat kecil yang terkena dampak pencemaran minyak di Laut Timor kembali menegaskan bahwa telah melanggar berbagai Memorandum Of Understanding yang berawal dari tahun 1974 antara Australia-Indonesia.
Hal yang sama pula telah dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan di Laut Timor dengan memerangi nelayan tradisional di Laut Timor. “Apakah tindakan Kementerian Luar Negeri Australia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ini dikatakan adil,” tanya Ferdi Tanoni.
Penulis buku Skandal Laut Timor: Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta? ini menilai bahwa tindakan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ini salah besar.
Terkait dokumen ini, sebuah sumber di Jakarta membenarkan adanya dokumen Pulau Pasir tersebut yang diperoleh Ferdi Tanoni dari sumber di Australia dengan memperlihatkan dokumen yang sama.
“Kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia,kami selaku Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat di Laut Timor mendesak anda untuk segera edarkan seluruh Memorandum of Understanding (MoU), Agreed Munutes dan Perjanjian dan atau kesepakatan antara Indoesia dan Australia,” tandas Ferdi Tanoni. (*)