Oelamasi – Sejak diblokir pada Februari 2022, aktivitas pembangunan Bendungan Manikin di Desa Kuaklalo, Kecamatan Taebenu kabupaten Kupang, NTT belum dilanjutkan.
Bendungan diblokir oleh warga Desa Baumata Timur dipicu ketidakjelasan soal ganti rugi lahan dari pemerintah kepada warga yang lahannya masuk dalam area terdampak bendungan.
Kepala dinas PUPR kabupaten Kupang, Jhoni Nomseo, Selasa (10/5) di ruang kerjanya mengakui persoalan pemblokiran tersebut cukup lama belum terselesaikan karena untuk menjawab tuntutan warga itu harus melewati serangkaian tahapan. “Masalah blokir itu sudah lama, sejak Februari lalu sampai sekarang masih diblokir. Warga tuntut ganti rugi atas lahan mereka, namun prosesnya panjang, ada beberapa tahapan yang harus dilalui,” katanya.
Dijelaskan, untuk ganti rugi atas lahan warga yang terdampak itu awalnya perlu dilakukan pengukuran luasan lahan terdampak oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH).
Setelah uji publik, hasil ukur tersebut diserahkan ke balai wilayah sungai kemudian diteruskan ke departemen PU untuk dilakukan lelang appraisal. Itu untuk menentukan nilai jual lahan dan tanaman yang ada diatasnya.
Setelah dilakukan uji publik lagi baru selanjutnya apresal appraisal tersebut diserahkan ke departemen keuangan untuk dilakukan proses pembayaran.
Untuk lahan bendungan Manikin setahu Joni, ada lahan di dua dari delapan desa yang belum ada hasil pengukurannya. “Yang saya tahu seperti itu tapi jelasnya nanti dengan balai sungai, ada satkernya disana,”katanya.
Meski demikian kata Jhoni, Pemkab Kupang tidak berpangku tangan terhadap persoalan yang terjadi. “Kita ikut bertanggungjawab atas masalah itu karena bendungan itu ada di wilayah Kabupaten Kupang,” katanya.
Karena itu pada Kamis (12/5) tambah Jhoni, Pemkab Kupang telah mengagendakan rapat dengan sejumlah unsur terkait guna mencari solusi atas persoalan yang terjadi. “Kamis ini kita rapat dengan sejumlah pihak terkait untuk cari solusi penyelesaian masalah ini, agar aktivitas pembangunan bendungan bisa berjalan lagi,” katanya.
Pekerjaan bendungan tersebut dimulai tahun 2019 dengan anggaran sebesar Rp426 miliar. Luasan bendungan mencapai 292,89 hektare yang mencakup wilayah delapan desa. Proyek Strategis Nasional itu sedianya ditargetkan berakhir Tahun ini. Sejak pemblokiran Februari 2022, pembangunan fisik mencapai sekitar 38 persen. (Jmb)