Dunia

Belasan Ribu Nelayan dan Petani Rumput Laut NTT Butuh Perpres

Kupang – Sebanyak 15.481 nelayan dan petani rumput laut di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terdampak pencemaran Laut Timor pada 2009, menunggu komitmen pemerintah pusat agar tidak terkatung-katung.

Komitmen tersebut dengan segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) RI Tentang Optimalidsasi Pencemaran Laut Timor.

Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni, Rabu (16/3/2023), mengatakan Perpres tersebut sebenarnya sudah menjadi komitmen pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Joko Widodo sejak tahun 2022.

Hal itu seiring dengan putusan Pengadilan Federal Australia di Sydney bahwa ribuan korban dari 81 Desa di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao (NTT) yang terdampak telah memenangkan gugatannya. Demikian juga PTT Exploration & Production (PTTEP) Australasia sudah menyetujui ganti rugi tersebut.

Penulis buku Skandal Laut Timor itu menjelaskan dukungan pemerintah dalam penyelesaian kasus Montara ini sejak awal cukup bagus. Hal ini tak lepas dari kecintaan rakyat NTT yang memilihnya pada Pemilu 2019 silam hingga meraih suara hingga 88,57 persen. Ini merupakan persentase pemilih nomor 3 tertinggi di Indonesia setelah Bali dan Papua.

“Kami (masyarakat) NTT menyampaikan terima kasih dengan doa untuk mengetuk hati Presiden Joko Widodo dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan agar Perpres segera diterbitkan pada bulan Maret 2023 ini,” kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni, Rabu (15/3/2023).

Ferdi sendiri merupakan bagian dari The Montara Task Force yang dibentuk Menko Marves Luhut Pandjaitan pada tahun 2018 yang dipimpin Purbaya Yudhi Sadewa dengan anggotanya Prof. Hasjim Djalal, Admiral Fred S.Lonan, Cahyo Rahadian Muzhar dan Ferdi Tanoni dengan Sekretaris Eksekutifnya Dedy Miharja.

Seperti diketahui, insiden pada 2009 merupakan tumpahan minyak dari lading Montara milik PTTEP. Banyak yang langsung meninggal karena penyakit, dan lebih banyak lagi para petani rumput laut dan nelayan kehilangan mata pencaharian di pesisir Laut Timor.

Penelitian USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah NTT pada 2011, menemukan paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak. Rumput laut hingga ikan-ikan dasar laut dan udang banyak yang mati. Tangkapan nelayan turun drastis yang menimbulkan kenaikan harga ikan di Kota Kupang. (sumber: SP)

Komentar ANDA?

Canra Liza

Recent Posts

Hoax, Warna Pertalite Mirip Es Cendol di Labuan Bajo

Labuan Bajo - Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus melalui sales area retail wilayah NTT melakukan…

4 hours ago

“Pulang Mengabdi di NTT” Pesan Uskup Emeritus Mgr Petrus Turang kepada Wagub Johni Asadoma

Kupang - Uskup Emeritus Mgr Petrus Turang, Pr, telah berpulang, namun pesannya kepada pesannya kepada…

18 hours ago

Kabar Duka, Uskup Emeritus Mgr Petrus Turang, Pr Berpulang

Kupang - Uskup Emeritus Keuskupan Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr berpulang dalam perawatan di…

2 days ago

PLN Berhasil Amankan Sistem Kelistrikan Salat Id Idul Fitri di NTT

Kupang - PLN Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur (PLN UIW NTT) sukses menyuplai pasokan…

2 days ago

Trump Kenakan Tarif Impor 32% untuk Indonesia, Otomotif, Pakaian dan Elektronik di Ujung Tanduk

Washington - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenakan tarif timbal balik (reriprocal tariffs) kepada Indonesia…

2 days ago

Remaja di Desa Ekateta Tewas Tenggelam di Embung Oefe’u Sedalam 5 Meter

Kupang - Seorang remaja bernama Ramon Talas, 19, tewas tenggelam saat berenang di Embung Oefe'u,…

3 days ago