Foto: dok BBKSDA NTT
Kupang – Masyarakat Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur heboh menyusul temuan bayi hiu
yang disebut berwajah mirip manusia beberapa waktu lalu.
Bayi hiu dari spesies Carcharinus melanopterus (blacktip reef shark) itu diperiksa BBKSDA NTT pada 25 Februari 2021. Hasilnya, bayi hiu tersebut mengalami cacat bawaan, bukan berwajah mirip manusia. Hal itu diperkuat keterangan peneliti ikan (Iktiologi) Institut Pertanian Bogor (IPB), Charles Simanjuntak
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT Timbul Batubara di Kupang, Minggu (28/2) pagi mengatakan peneliti ikan Charles Simanjuntak menyimpulkan bayi hiu itu terindikasi cacat bawaan (congenital). Spesies ini termasuk kategori rentan dalam daftar merah IUCN (International Union for Concervation of Nature).
Sebelumnya, masyarakat menduga bayi hiu itu mirip manusia karena dua bulatan matanya berada di bagian depan (ventral), bukan berada di sisi tubuh (lateral). Mereka menduga dua bulatan mata hiu sebagai hidung.
“Bagian lubang atau bulatan adalah organ mata namun posisinya belum berada pada bagian lateral, melainkan vetral. Informasi ini sekaligus mematahkan dugaan bahwa kedua lubang (mata) itu adalah hidung,” kata Timbul Batubara mengutip keterangan Iktiologi IPB tersebut.
Dia menyebtukan, mata bayi hiu yang tidak bermigrasi saat pembentukan embrio yaitu berada pada bagian ventral, mengindikasikan adanya cacat bawaan atau congenital abnormalities (the birth deformity). Penyebabnya ada beberapa faktor karena genetik maupun lingkungan.
Temuan itu berawal dari seekor hiu mati tersangkut pukat nelayan yang dipasang di perairan Nusalai (Pulau Batu), Desa Papela, Kecamatan Rote Timur pada 21 Februari 2021.
Selanjutnya, hiu sepanjang 1,50 meter dibawa ke darat kemudian tubuhnya dibelah terdapat tiga janin. Dari ketiga janin hiu tersebut salah satunya berwujud menyerupai manusia memiliki panjang 20 sentimeter dan berat 300 gram. Janin yang disebut menyerupai manusia itu dibawa pulang dan diawetkan toples dan diberikan cairan alkohol.
Timbul Batubara mengingatkan kendati hiu belum termasuk dilindungi menurut Peraturan Menteri LHK Nomor 106 tahun 2018, namun keberadaannya penting di perairan laut. Posisi hiu dalam rantai makanan adalah sebagai top predator berfungsi untuk mengendalikan jenis-jenis yang dimangsanya.
Penurunan populasi hiu dikhawatirkan akan meningkatkan jenis ikan seperti kakap, tuna, dan kerapu yang walaupun menggiurkan dari sisi ekonomi namun destruktif bagi ekosistem lautan yakni habisnya spesies-spesies di level bawah piramida makanan.
Karena itu, lanjut Batubara, Kepala BBKSDA NTT menghimbau masyarakat untuk membatasi konsumsi sirip hiu dan nelayan untuk menghentikan eksploitasi ikan hiu, supaya sumberdaya perairan dapat terus dimanfaatkan secara lestari. (*/gma)
Lembata - PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Flores Bagian Timur melalui Unit…
Kupang - PT PLN kembali menghadirkan promo spesial berupa diskon 50% untuk biaya tambah daya,…
Kupang - Wakil Gubernur NTTJohni Asadoma membuka "Ana NTT Kreatif Festival" AnTiK Fest 2025, di…
Kupang - Penyidik Polsek Alak melimpahkan berkas dua tersangka kasus pengeroyokan terhadap John Pelang di…
Labuan Bajo - Kabar membanggakan datang dari dunia pariwisata dan energi bersih di Labuan Bajo.…
Kupang - PLN Unit Pelaksana Proyek Ketenagalistrik (UP2K) Sumba dan PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan…