Kupang – Sebanyak 30 kura-kura leher ular (Chelodina mccord) akan tiba di Kupang, NTT, pada Mei 2023.
Satwa endemik Pulau Rote tersebut direpatriasi dari kebun binatang di Singapura, setelah dipulangkan dari kebun binatang di Amerika dan Austria.
Pemulangan satwa endemik Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur ini difasilitasi bersama Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) dan Mandai Nature atau Singapura Zoo.
“Kura-kura ini sudah tiba di Singapura dan sedang menjalani habituasiatau penyesuaian sebelum dikirim ke Kupang pada Mei 2023. Kura-kura leher ular ini salah satu dari 25 spesies kura-kura di dunia yang terancam punah,” ujar Kepala BBKSDA NTT Arief Mahmud.
Repatriasi kura-kura leher ular ini adalah kedua kalinya yang difasilitasi WCS-IP. Pada 23 September 2021, WCS-IP juga memfasilitasi pemulangan 13 kura-kura ini dari dua negara tersebut. “WCS ini adalah lembaga yang memfasilitasi kerjasama dengan kita (BBKSDA), sedangkan Mandai Nature yang memfasilitasi proses transfernya,” ujarnya.
Untuk itu, pada Sabtu (1/4) malam, Arief Mahmud bersama Country Director WCS Indonesia Program, Noviar Andayani menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2022-2023.
Kerjasama ini merupakan tindaklanjut dari Memorandum Saling Pengertian (MSP) antara Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersaama WCS-IP.
Untuk RKT yang ditandatangani tersebut, WCS-IP akan mempersiapkan habitat kura-kura leher ular yang aman di tiga danau di Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, serta memersipakan kembalinya batch kedua kura-kura leher ular yang sudah tiba di Singapura.
“Insya Allah, kami di WCS tetap teguh memegang komtiemen kami mengembalikan kura-kura yang seharusnya menjadi kebanggaan Pulau Rote,” kata Noviar Andayani.
BBKSDA bersama WCS Indonesia Program membangun kebersamaan bersama para stakeholte untuk memastikan kura-kura yang dikembalikan ke danau yang menjadi habitatnya selama bertahun-tahun, tetap survive.
Pasalnya, tiga danau yang akan ditempatkan kura-kura, berada di luar kawasan konservasi (Ex Situ), dan juga dimiliki oleh masyarakat setempat. “Kami telah melakukan komunikasi dan kolaborasi dengan masyarakat agar bersama-sama melestarikan Kura-Kura Rote ini. Dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten khususnya Pemda Rote Ndao juga sangat dibutuhkan,” ujar Arief Mahmud.
Menurutnya, BBKSDA juga berkolaborasi bersama para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sudah berhasil mengembangkan kura-kura leher ular yang awalnya hanya empat ekor, kini sudah berkembang menjadi 52 ekor.
Kura-Kura Leher Ular yang dikembangkan oleh Brin di Kupang tersebut, berasal dari repatriasi 40 ekor dari kebun binatang di luar negeri pada 2009. Dari jumlah itu, 40 ekor dilepasliarkan di danau yang merupakan habitatnya di Pulau Rote. Beberapa tahun kemudian, 40 ekor kura-kura itu tidak ditemukan lagi alias punah.
“Dari empat ekor yang ditinggalkan di pusat penelitian di Kupang, dua ekor mati, tapi dua tetap hidup. Dari dua ekor itulah sekarang berkembang jadi 52 ekor,” jelas Arief Mahmud.
Sementara itu, BBKSDA NTT bersama WCS IP juga telah membangun fasilitas koloni asuransi atau tempat transit kura-kura sebelum dipindahkan ke danau di Pulau Rote. Di fasilitas ini sudah ditempatkan kura-kura yang direpatriasi pada 23 September 2021 tersebut. “Di situ kita latih untuk mencari makan sendiri. Di dalamnya ada ikan hidup, ujarnya. (mi/Gamaliel )