Categories: Lingkungan

Aturan Penyelamatan Hutan di Besipae

Kupang–Besipae ialah nama kawasan hutan seluas 6.000 hektare di Desa Linamnutu, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Penduduk Linamnutu berjumlah 2.628 jiwa termasuk 43 keluarga bermukim di dalam kawasan hutan. Lokasi ini milik masyarakat setempat dan pernah dijadikan proyek percontohan intensifikasi peternakan sapi antara Pemerintah Indonesia dan Australia selama lima tahun sejak 1982. Akan tetapi setelah proyek usai, lahan bekas peternakan tersebut tidak dikembalikan kepada warga.

Direktur Walhi Nusa Tenggara Timur Hery Naif mengatakan lahan kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk proyek Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) pada 2008. Ketika itu pemerintah daerah membentuk kelompok masyarakat dari desa lain di Amanuban Selatan yang ditugasi menebang pohon di Besipae.

“Penebangan pohon untuk persiapan proyek Gerhan,” kata Heri seperti diberitakan harian Media Indonesia Oktober lalu.

Penebangan pohon menimbulkan persoalan baru karena debit air minum milik penduduk Desa Linamnutu dan tetangga Desa Polo berkurang. Walhi mencatat sekitar 50 hektare sawah di Linamnutu mengalami krisis air. Binatang hutan seperti rusa babi hutan dan burung juga ikut lenyap. Besipae seolah menjadi kawasan sunyi.

Sejak itu, masyarakat protes sehingga kawasan itu dikembalikan oleh pemerintah kepada warga untuk dikelola sebagai hutan rakyat. Mereka menghidupkan kembali aturan adat pengelolaan hutan untuk ditaati bersama. Komunitas diberi nama Komunitas Adat Besipae.

Sedangkan aturan adat mereka bernama Pubabu Besipae. Pubabu artinya batang pohon yang dapat menghasilkan air, berubah dari nama sebelumnya yakni Hutan Klai atau lebat dan rimbun sehingga tidak bisa dilewati manusia.

Pergantian nama hutan dilakukan lewat upacara adat yang dipimpin tokoh adat. Pubabu Besipae memuat 27 larangan antara lain tidak boleh menebang pohon. Jika melanggar dikenai beras Rp50 kilogram, babi berusia dua tahun, dan menanam 100 pohon.

Jika tertangkap berburu hewan di hutan dikenai denda Rp250.000 dan mengganti hewan buruan yang sama jenisnya. Warga juga bisa melaporkan pelanggaran di hutan kepada tokoh adat diberi hadiah Rp100.000 per orang.

Menurut Hery sejak aturan adat diberlakukan, hutan Besipae kini kembali sejuk karena pohon-pohon kembali tumbuh menjadi besar dan rimbun. Sesuai aturan, penduduk setempat juga diperbolehkan berkebun secara terbatas di dalam kawasan hutan untuk kebutuhan sehari-hari seperti sawi,kacang-kacangan, jagung, dan umbi-umbian. (sumber: media indonesia/palce amalo)

Komentar ANDA?

Canra Liza

Recent Posts

Seorang Siswa SMA 1 Rote Barat Laut Tewas Gantung Diri

Kupang - Seorang siswa SMA Negeri 1 Rote Barat Laut berinisial ROPL,18 tahun ditemukan tewas…

5 hours ago

PLN Mendapat Apresiasi atas Respons Cepat Pulihkan Kelistrikan di Layanan Publik Bali

Bali - Direktur Utama PT PLN (Persero) mengunjungi langsung sejumlah fasilitas publik untuk memastikan operasional…

6 hours ago

PLN UIW NTT Terlibat Dalam Revitalisasi Sekolah dan Digitalisasi Pendidikan di SBD

Kupang - PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah (UIW) Nusa Tenggara Timur siap mendukung program…

20 hours ago

Transisi Energi Flores, Ahli Geothermal: Lebih Murah dan Bermanfaat

Mataram - Ahli geothermal Institut Teknologi Bandung (ITB), Ali Ashat, menyebut potensi geothermal di Flores…

24 hours ago

Seleksi Calon Komisaris dan Direksi Bank NTT Tutup 7 Mei, 13 Orang Sudah Mendaftar

Kupang - Seleksi calon komisaris dan direksi Bank NTT sudah dimulai sejak beberapa hari lalu,…

1 day ago

Enam Imigran Asal China dan 5 WNI Ditangkap di Rote

Kupang - Polres Rote Ndao mengamankan enam imigran asal China termasuk seorang perempuan, dan 5…

2 days ago