Oelamasi – Albert Adrian Bait (73) anak kandung dari Vetor Nikolas Bait (almarhum) memberikan kesaksian dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Oelamasi, Kabupaten Kupang, NTT,
Ia memberikan kesaksian terkait sengketa lahan di belakang gereja Efrata Camplong, antara Fransiska Kadaru Nono dan Junias Henukh.
Albert Bait diajukan sebagai saksi oleh Junias Henukh dalam gugatannya melawan putusan eksekusi Mahkamah Agung (MA) terhadap lahan yang disengketakan tersebut.
Junias Henukh kepada media ini sebelum persidangan Rabu (25/1) mengatakan, Albert Bait adalah salah satu dari dua orang saksi yang diajukan di persidangan Rabu itu untuk membuktikan kalau luasan dan batas lahan yang diputuskan akan dieksekusi pihak pengadilan itu tidak sesuai dengan fakta lapangan.
“Luasan lahan yang mau dieksekusi sesuai putusan MA itu seluas 22.982 meter persegi, padahal luasan keseluruhan yang menjadi obyek sengketa seluas 16.025 meter persegi sesuai lima bidang lahan yang dibeli penggugat (Fransiska Kadaru), batas-batas lahan yang mau dieksekusi juga tidak sesuai dengan kondisi lapangan,” katanya.
Selain Albert Bait, Junias Henukh juga menghadirkan Yunus Manoraja (74), salah satu pemilik lahan yang lahanya berbatasan dengan lahan sengketa tersebut, namun namanya tidak disebutkan sebagai pihak yang lahannya berbatasan dengan lahan sengketa tersebut.
Albert Bait mengatakan lahan di dekat Gereja Efrata tersebut diserahkan oleh ayahnya, Nikolas Bait kepada Yakobus Henukh (almarhum), ayah dari Junias Henukh pada 27 Desember 1980. “Ada tiga bidang terpisah-pisah yang diserahkan bapak saya kepada Yakobus Henukh,” kata Albert sebelum sidang.
Ia mengetahui persis kalau lahan tersebut diserahkan ayahnya kepada Yakobus Henukh untuk digarap atau dikelola bukan untuk diperjualbelikan. “Bapak kasih itu untuk digarap saja, bukan untuk dijual. Kalau akhirnya terjadi jual beli dan masalah begini kami bisa berpikir lain,” kata Albert yang mengaku kalau lahan yang disengketakan antara Fransiska dan Junias itu belum bersertfikat.
Dijelaskan Albert tiga bidang lahan yang diserahkan ayahnya kepada Yakobus untuk dikelola tersebut masing-masing berluasan 95×35 meter persegi, yang dulunya bagian barat berbatasan dengan Martinus Muskanan dan saat ini milik Yunus Manoraja, bagian timur berbatasan dengan Sungkono, selatan dengan Bastian Lelangmai dan Bertolens Nomleni, dan utara dengan Soleman Aoru dan gereja yang dahulunya adalah jalan gang.
Bidang kedua seluas 96×73 meter persegi dengan batas Barat dengan gereja Efrata dan PH Lenggu, sekarang milik Dikson Kase, bagian Utara berbatasan dengan tanah Litbang, selatan dengan Soleman soru dan sebelah timur berbatasan dengan Mariana Sabu.
Sementara bidang ketiga seluas 85×49 meter persegi, batas Utara dengan komplek Litbang, selatan dengan Mikhael Naben, barat dengan Sungkono, Sia Kase dan Mariana Sabu dan bagian timur dengan tanah UPT.
Ada Bukti Penyerahan Lahan
Albert mengaku memiliki bukti soal penyerahan lahan tersebut oleh ayahnya kepada Yakobus Henukh. Junias Henukh mengatakan lahan tersebut belakangan dijual oleh ibunya, Petronela Suan kepada Fransiska Kadaru dalam waktu yang berbeda.
“Bilangnya mama jual empat bidang tapi fakta lapangan tanah hanya 3 bidang. herannya lagi bapak meningal Bulan Mei 1988, mama jual 20 September 1987, tanggal 6 Oktober 1988 dan 5 Maret 1989. Maret itu beli dua kali, pagi dan sore, ini aneh,” kata Junias yang melihat ada kejanggalan dalam proses jual beli tanah tersebut. Junias mengatakan saat tanah itu dijual, ia masih berusia 12 tahun.
Dikatakan Junias lahan tersebut sebelumnya sudah tiga kali digugat di PN Oelamasi yakni gugatan perkara nomor 53 dan gugatan nomor 33 dan 75. Dalam ketiga perkara tersebut ada empat bidang lahan yang digugat oleh pihak Fransiska.
Tahun 2021, gugatan kembali dilakukan pihak Fransiska namun dalam gugatan belakangan ini bukti jual beli yang tidak dimasukan dalam perkara tahun 2021 tersebut. “Dari situ saya tidak yakin dengan keabsahan proses jual beli itu. Saya menduga orang tua saya mungkin ditipu karena tidak tahu baca tulis,” katanya. (Jmb)