Hati-Hati Pada Paslon yang Obral Janji Kasih Uang ke 62.000 Kader Posyandu, Simak Kata Pengamat Ekonomi

  • Whatsapp
Frits Fanggidae

Kupang -Pengamat Ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana (UKW), Dr. Frids O. Fanggidae, M.Si., MEP, menyoroti beberapa program pemerintah pusat yang perlu diselaraskan dengan kondisi spesifik di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) agar lebih tepat sasaran dan efektif bagi masyarakat.

Ia juga mengomentari janji salah satu pasangan calon yang berencana memberikan insentif kepada kader posyandu, yang menurutnya tidak realistis dalam kondisi anggaran daerah saat ini.

Menurut Dr. Frids, program makan siang gratis yang dicanangkan pemerintah pusat sebaiknya diterapkan langsung melalui masyarakat desa dengan memberdayakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

“BUMDes dapat diperkuat sebagai pelaksana agar program ini tepat sasaran dan berdampak langsung pada masyarakat desa,” ujar Dr. Frids.

Selain itu, ia juga menanggapi diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2024 mengenai penghapusan kredit macet bagi pelaku usaha mikro, termasuk petani.

Ia berharap aturan ini bisa dimanfaatkan oleh petani dan BUMDes yang mengalami kredit macet melalui dukungan dari calon pemimpin yang terpilih. “Banyak hal dari janji pemerintah pusat yang bisa diterapkan di lapangan dengan pendekatan yang lebih konkret dan operasional,” tambahnya.

Dr. Frids mengulas struktur keuangan APBD NTT, yang sebagian besar terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ia menekankan bahwa peningkatan PAD sangat diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada dana pusat dan mencapai kemandirian fiskal. “Pemerintah provinsi perlu memperbesar akses DAK dengan persiapan administrasi yang baik agar bisa memperoleh alokasi lebih besar dari pusat,” ungkapnya.

Menanggapi janji salah satu pasangan calon untuk memberikan insentif sebesar Rp300 ribu per bulan bagi kader posyandu, Dr. Frids menyebut program tersebut kurang realistis.

Berdasarkan data, terdapat sekitar 62.000 kader posyandu di seluruh desa di NTT. Jika setiap kader menerima Rp300 ribu per bulan, maka diperlukan anggaran sekitar Rp223,2 miliar per tahun.

“Jika dihitung, 62.000 kader posyandu dengan insentif Rp300 ribu setiap bulan akan membutuhkan anggaran sekitar Rp223,2 miliar per tahun. Dengan kondisi APBD NTT yang masih terbebani utang, sangat tidak mungkin program ini bisa dijalankan,” tegas Dr. Frids.

Ia menilai janji tersebut hanya sebatas kampanye tanpa kajian mendalam terhadap kondisi anggaran daerah yang ada.

“Janji ini terlihat asal-asalan dan tidak mempertimbangkan kondisi anggaran daerah yang terbatas. Hal ini seharusnya dipertimbangkan secara matang agar janji yang diberikan realistis dan dapat terealisasi,” tutupnya. (*/tim)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *