Kupang – Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni mengatakan musibah tumpahan minyak mentah terulang lagi di Laut Timor pada Minggu (19/6/2022).
Musibah ini merupakan kedua kalinya setelah tumpahan minyak dari ladang minyak Montara pada Agustus 2009 yang ganti ruginya belum dibayarkan oleh Australia sampai saat ini. Ketika itu, ribuan barel minyak mentah tumpah ke laut dan menyebar sampai perairan Nusa Tenggara Timur. Sampai saat ini ganti rugi kepada nelayan dan petani rumput laut NTT tak kunjung dibayarkan oleh Australia.
Pada musibah 19 Juni, diperkirakan antara 3.000-5.000 liter minyak mentah yang berasal dari fasilitas Montara Venture Floating Production Storage and Offloading (FPSO) Jadestone, tumpah ke Laut. Lokasi tumpahan minyak tersebut diperkirakan berjarak sekitar 690 km barat laut Darwin, Australia, tak jauh dari Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur.
“Masalah pencemaran laut Timor ini sangat serius oleh karena itu kami kembali meminta dengan hormat agar bapak dan ibu pejabat pemerintah di Jakata untuk mau membuka telinga dan mata melaksanakan hal ini secara benar dan jujur demi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ladang Montara sudah kembali terjadi lagi, walaupun tidak sebesar yang terjadi pada tahun 2009,” kata Ferdi Tanoni di Kupang, Senin (20/6) malam.
Ferdi menyebutkan ladang minyak Montara menyimpan minyak mentah dalam dua tangki di atas kapal penyimpanan dan pembongkaran produksi terapung yang ditambatkan sebelum menurunkannya ke kapal tanker.
Mengutip media asing, selama aktivitas pembongkaran minggu ini, pekerja melihat minyak mengambang di permukaan air dan segera menghentikan operasi. Namun, menurut Ferdi, Jadestone tidak dapat mengaktifkan protokol tanggap darurat karena cuaca.
Dia mengutip pernyataan oleh operator ladang minyak Jadestone yang menyebutkan penyebabnya adalah kebocoran di pangkalan tangki yang diidentifikasi menggunakan kendaraan bawah air yang dioperasikan dari jarak jauh. (*/gma)