Kupang – Presiden Joko Widodo selesai meresmikan taman wisata kuliner di Pantai Kelapa Lima Kelurahan Kelapa Lima, dan LLBK, pada Kamis (24/3), namun sampai saat ini, belum dilakukan serah terima ke Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemkot Kupang pun belum menjabarkan perencanaan pemanfaatan tempat wisata tersebut termasuk penataan parkir bagi pengunjung. Untuk diketahui, pembangunan taman wisata kuliner ini bukan berasal dari dana APBD Kota Kupang tetapi menggunakan dana APBN.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Kupang, Adrianus Talli, mengatakan saat ini tempat wisata tersebut belum menjadi milik Pemkot Kupang, karena belum diserahkan secara resmi ke pihak Pemkot untuk dikelola.
“Untuk saat ini belum bisa dikelola oleh pihak Pemkot Kupang, karena belum menjadi tanggungjawab Pemerintah Kota dan belum diserahkan secara resmi pada Pemerintah Kota,” kata Adrianus Talli, saat diwawancarai Kamis (24/3).
Bahkan, kata Adrianus, jika tempat wisata tersebut tidak dikelola secara baik, maka akan menimbulkan banyak sekali persoalan. Seperti persoalan parkir dan juga masyarakat yang berjualan di sekitaran taman wisata kuliner tersebut.
Persoalan pertama yang akan dihadapi pemerintah dan akan menjadi cukup rumit, adalah bagaimana memindahkan masyarakat yang notabenenya adalah penjual ikan pada tempat tersebut yang direlokasi ke Pasir Panjang. “Jika mereka akan berjualan ditempat tersebut seperti sebelumnya, apakah akan mengubah sistem penjualan atau menggunakan sistem penjualan konvensional seperti biasa mengingat tempat yang disediakan cukup mewah dan modern,” jelasnya.
“Jadi, jika diserahkan oleh pihak Pemkot Kupang, maka akan diberikan pendidikan dan pelatihan serta menyiapkan sarana prasara penunjang, sosialisasi kepada masyarakat agar dapat mengerti bagaimana sistem penjualan ditempat tersebut, ” ungkapnya lagi.
Ia mengaku, tidak sepakat dengan wacana pengelolaan tempat tersebut diberikan kepada Asosiasi atau pihak ke-3, karena jika diserahkan pada Asosiasi Penjualan Ikan dan Kuliner (APIK), akan menjadi persoalan internal dan bisa menimbulkan konflik horizontal.
Sehingga, kata Adrianus, lebih baik dikelola oleh pemerintah dan nantinya pemeritah memberdayakan orang-orang yang ada ditempat tersebut mulai dari pengelolaan tempatnya sampai pada pengaturan parkir. Untuk diketahui, tempat wisata tersebut mempunyai lokasi yang cukup strategis dan langsung berhadapan dengan badan jalan umum, yang kemudian dimanfaatkan oleh pengunjung sebagai lahan parkir.
Hal ini memicu terjadinya kemacetan, menghambat lalu lintas pengendara, serta dapat menimbulkan kecelakaan dan jika badan jalan juga dimanfaatkan sebagai lahan parkir maka secara langsung menimbulkan ketidaknyamanan untuk para pengendara ini menjadi salah satu persoalan yang juga harus dilihat oleh pemerintah.
Saat ditemui pada Kamis (24/3), Kepala Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dishub Kota Kupang, Berto Geru, mengatakan untuk saat ini Dinas Perhubungan juga belum bisa mengambil alih permasalahan parkir secara bebas.
Pasalnya, kata Berto, belum adanya serahterima aset pada Pemkot Kupang, karena sampai saat ini yang terjadi adalah serah terima aset untuk sementara dari Kementrian PUPR ke Pemerintah Kota. “Pada prinsipnya kami tetap menunggu serah terima aset, karena untuk saat ini baru dilakukan serah terima sementara dari Kementrian PUPR pada Pemkot Kupang,” ungkapnya.
Selain itu, demikian Berto, ada sistem kerjasama antara Kementrian PUPR dan Pemkot Kupang, yang sifatnya sementara. Selama aset ini belum diserahkan secara resmi ke Pemkot Kupang, maka pengelolaan akan dilakukan oleh Pemkot Kupang, tetapi pemeliharaan dan selanjutnya termasuk salah satunya terkait lahan parkir belum bisa menjadi tanggungjawab kami secara penuh.
Ia melanjutkan, badan jalan tidak bisa dimanfaatkan untuk lahan parkir, sehingga untuk saat ini, tempat yang disiapkan terdapat pada bagian dalam tempat wisata untuk roda dua dan untuk roda empat didekat pojok tempat wisata tersebut.
Namun, jumlah untuk menampung kendaraan masih terbatas. Ada juga beberapa lahan warga yang disiapkan namun kalau sudah resmi diberikan oleh Pemkot Kupang untuk dikelola maka harus ada Pemerintah yang hadir dan mengatur hal tersebut dalam hal ini Dinas Perhubungan.
Selain itu kehadiran dari Dinas Perhubungan adalah untuk merekayasa lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan. “Parkir bukan merupakan strategi yang kami gunakan tetapi parkir adalah akibat dari adanya tempat wisata tersebut, sehingga strategi yang kami siapkan agar tidak terjadi kemacetan adalah menyiakan rambu-rambu yang akan digunakan seperti rambu dilarang parkir dan dilarang setop,” jelasnya.
Menurutnya, untuk terealisasinya lahan parkir yang layak, berdasarkan penjelasan dari Balai Jalan Kementrian PUPR yang menangani proyek tersebut, biasanya masih harus dilakukan kepengurusan penyerahan aset dan menjadi tanggungjawab Kementrian Keuangan lalu ke pihak Kementrian PUPR dan ke Pemkot Kupang, biasanya paling cepat satu setengah tahun untuk mewujudkan hal tersebut. (timex/Liputan Jurnalis Warga Helga MC Dor bersama wartawan Timor Express, Fenti Anin)