Kupang–Wali Kota Kupang Jonas Salean meletakan batu pertama pembangunan Masjid Nur Musafir di Kelurahan Batuplat, Kota Kupang, Senin, 11 April 2016.
Pembangunan Masjid Batuplat disetujui Jonas setelah pada izin pembangunan masjid ini dicabut pada tahun 2012 terkait penolakan warga yang dimulai sejak tahun 2011.
Peletakan batu pertama pembangunan masjid ini dihadiri dua dirjen dan sekretaris dirjen Kementerian Agama yakni, Dirjen Bimas Islam Machasin, Dirjen Bimas Protestan Odita Hutabarat, dan Sekretaris Dirjen Bimas Agus Tungga Gempa. Hadir pula Ketua MUI Nusa Tenggara Timur Abdulkadir Makarim.
“Ini baru pertama kali di NTT dan bahkan mungkin di Indonesia, tiga dirjen hadir bersamaan peletakan batu pertama pembangunan mesjid di tingkat kelurahan,” kata Jonas.
Dalam sambutannya, Jonas mengatakan berlarutnya pembangunan rumah ibadah tersebut disebabkan pendekatan yang keliru sehingga ada warga Batuplat tersinggung kemudian menolak pembangunan masjid. Untuk melanjutkan pembangunan masjid, pemerintah melakukan mediasi antarwarga yang kemudian disepakati pembangunan masjid dilanjutkan.
DIa mengatkan Kota Kupang memiliki Motto KASIH (Kupang, Aman, Sehat, Indah Harmonis). Moto tersebut menjadikan warga Kota Kupang hidup rukun dan damai. “Tidak ada lagi perbedaan di antara kita dan tidak ada lagi pemisah karena kita bersaudara, “ujarnya.
Sesuai catatan lintasntt.com, dalam sebuah wawancara bersama wartawan tanggal 1 Agustus 2011, Ketua Pemuda Kelurahan Batuplat Buce Rairotu mengatakan pembangunan masjid dihentikan sementara karena ia menduga surat dukungan pembangunan masjid dipalsukan.
Ketika itu dari 57 dari 60 keluarga yang namanya ada di surat dukungan pembangunan masjid ternyat tidak pernah menandatangani surat persetujuan pembangunan masjid. Hanya tiga keluarga yang ketika itu setuju bangun masjid.
Setelah diusut, nama dan tanda tangan warga itu diambil dari penerima daging kurban pada 2007. Beberapa nama dan tanda tangan diketahui diambil pada 2002. “Pada 2002 ada edaran mohon dukungan pembangunan mushola di lokasi itu, dan warga tanda tangan. Karena banyak yang menolak, pembangunan mushola ketika itu tidak dilaksanakan,” katanya.
Atas dugaan rekayasa surat dukungan itu, warga kemudian ramai-ramai menolak pembangunan masjid. Sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, disebutkan pembangunan sebuah rumah ibadah, minimal harus mendapatkan persetujuan dari sekurang-kurangnya 90 keluarga di sekitar lokasi pembangunan masjid.
Ketua Panitia Pembangunan Masjid Amir Pattyraja mengatakan pembangunan Masjid Nur Musafir mulai pada 2003. Awalnya menggunakan rumah berukuran 48 meter persegi. Setelah jumlah jamaah bertambah, wali kota menghibahkan lahan untuk pembangunan masjid.
“Setelah kami berkonsultasi dengan wali kota Kupang mendapat lokasi yang telah diizinkan , lokasinya dihibahkan oleh pemerintah Kota Kupang namun pembangunan tetap ditolak dengan alasan melanggar ketentuan yang berlaku,” kata Dia.
Ketua Dewan Masjid Indonesia Kota Kupang Muksin Talib memberikan apresiasi kepada wali Kota kupang dan seluruh jajarannya, kementerian agama dan seluruh jajaranya yang telah memfasilitasi bersama masyarakat Batuplat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh wanita membangun masjid tersebut.
“Peristiwa ini terjadi bukan karena secara kebetulan, tapi semata-mata kerena skenario Tuhan dalam rangka memperkokoh dan memperkuat komitemen kebersamaan persatuan dan kesatuan dalam semangat cinta dan kasih sayang di antara kita,” ujarnya.
Dirjen Bimas islam Machasin mengatakan sesuai Pasal 29 UUD 45, negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan keyakinannya itu.
Menurutnya, kemerdekaan beribadah berlaku untuk seluruh penduduk, bukan untuk umat tertentu saja. Bagi Dia, pembangunan masjid yang sempat terkendala tersebut kemungkinan disebabkan persoalan komunikasi .
“Berbicara dari hati ke hati itu sangat penting di dalam menyelesaikan semua persoalan yang berkaitan dengan pembangunan rumah ibadah,” ujarnya.
Menurutnya pembangunan rumah ibadah seharusnya tidak menjadi persoalan namun, rumah kehadiran rumah ibadah sering dianggap menganggu sikap dari wilayah tertentu.
Kondisi tersebut seperti terlihat pada pembangunan rumah ibadah di daerah lain seperti yang terjadi pada Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Umat dua gereja ini tidak diberi kesempatan membangun gereja sehingga mereka sering beribadah di dekat istana negara.
Menurut Dia, misi Kementerian Agama ialah meningkatkan kehidupan umat beragama, dan menjaga hubungan yang harmonis antarorang yang berbeda agama tersebut. (rr/gma)